Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

ETIKA

7. TATA CARA MAKAN ISLAMI (ETIKA)


Ajaran Islam memang sangat lengkap dan sempurna. Semuanya dimaksudkan agar diperoleh kebahagiaan didunia dan diakhirat.  Salah satu aktivitas penting manusia didunia adalah makan. Adab ketika makan, memberi kenyamanan bagi diri sendiri maupun orang lain.
Makan diawali dengan membaca bismillah. Amru bin Abi Salmah r.a berkata, Rasulullah saw mengajarkan kepada saya : Bacalah bismillah dan makanlah dengan tangan kananmu dan dari yang dekat-dekat kepadamu.” ( HR. Bukhari-Muslim)
Dari Ibnu Abbas r a bahwa Nabi saw bersabda:“ Berkah itu turun di tengah-tengah makanan, maka mulailah makan dari pinggirnya dan janganlah mulai makan dari tengahnya.” (HR. Abu Daud  dan At-Tirmizi )
Lupa merupakan salah satu sifat manusia. Oleh sebab itu, apabila lupa membaca bismillah ketika akan memulai makan, maka ucapkanlah ‘bismillahi awwaluhu, wakhiruhu. Hal ini sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw : Jika salah seorang diantara kamu hendak makan hendaknya membaca bismillah, maka jika lupa membaca pada mulanya, hendaklah membaca bismillahi awwaluhu wa akhiruhu. ( HR. Abu Dawud-Tirmidzi)
Sebaiknya makan bersama-sama dan tidak sambil bersandar. Wahsyi bin Harb r.a berkata, sahabat nabi saw mengadu ;Ya Rasulullah, kami makan dan merasa tidak kenyang’. Jawab Nabi :’ Mungkin kamu makan sendiri-sendiri’ Jawab mereka, benar. Bersabda Nabi :” Berkumpullah pada makananmu, dan bacalah bismillah niscaya diberi berkat pada makanan itu. (HR. Abu Daud).
Abu Juhaifah bin Abdullah r.a berkata :Bersabda Rasulullah saw, saya tidak suka makan bersandar.( HR.Bukhari)
Selesai makan, membaca hamdallah. Abu Umamah r.a berkata, adalah Rasulullah saw, jika selesai makan dan mengangkat hidangannya, membaca : ‘ Alhamdulillahi hamdan katsiran thayyiban mubarakan fihi ghairamakfiyin wa la mustagnan ‘anhu rabbana = Segala puji bagi Allah, pujian yang sebaik-baiknya, yang baik dan berat, tiada terbalas dan tidak dapat tidak, tentu kami membutuhkan  kepada-Nya, hai Tuhan kami. ( HR. Bukhari)
( Sumber hadis : Etika Islam, Nasehat Islam Untuk Anda, Miftah Faridl)

 

6. PERSAUDARAAN, KEMANDIRIAN DAN SOPAN SANTUN


Dan tidak ada suatu binatang melatapun dibumi melainkan Allah lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata ( Lauh Mahfuzh). ( QS. Huud 6)
Segera setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah saw mempersaudarakan orang-orang Anshar dan Muhajirin. Kisah menarik terjadi ketika Rasulullah saw mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Sa’ad bin Rabi-orang paling kaya dari golongan Anshar. Ketika itu Sa’ad berkata kepada Abdurrahman :” Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya, silahkan pilih separuh hartaku dan ambillah. Dan aku mempunyai dua orang isteri, coba perhatikan mana yang lebih menarik perhatian anda , akan ku ceraikan ia hingga anda dapat memperisterinya. Jawab Abdurrahman :” Semoga Allah memberkati anda, juga isteri dan harta anda. Tunjukkanlah letaknya pasar agar aku dapat berniaga… Abdurrahman pergi kepasar dan berjual belilah disana.
Hingga suatu ketika Rasul menyapanya :” Bagaimana keadaanmu sekarang, wahai Abdurrahman ? Ia pun menjawab :”Ya Rasulullah, saya sudah menikah dan maharnya saya bayar dengan emas”.
Sebuah kisah yang layak menjadi motivasi. Ada tiga nilai didalamnya. Pertama nilai persaudaraan. Masih adakah orang kaya yang bersedia memberi setengah dari hartanya kepada Saudara yang baru dikenalnya? Mungkin saja ada. Tetapi, jika menyimak informasi melalui media massa, sering terjadi justeru kebalikannya. Pertikaian memperebutkan harta selalu saja terjadi. Bahkan, harta yang bukan milik sendiripun coba dipertahankan dengan segala cara. Kondisi ini sudah jauh dari nilai-nilai persaudaraan yang diajarkan Rasulullah saw.
Dari Abu Musa, dari Nabi saw bersabda :” Orang mukmin terhadap mukmin yang lain seperti bangunan yang menguatkan setengah akan setengahnya. ( HR. Bukhari)
Dari Nu’man bin Basyir berkata, Rasulullah saw bersabda :” Engkau melihat orang-orang mukmin dalam kasih sayangnya, kecintaannya dan tolong menolongnya seperti tubuh, yang jika sakit satu anggota dari tubuh itu lalu menyebabkan semua anggota tubuhnya tidak tidur (karena sakit) dan demam. ( HR. Bukhari)
Kedua, semangat kemandirian. Dari kisah diatas, kita mendapat pengajaran, bahwa sebaiknya tidak mudah menerima pemberian. Lebih baik berusaha untuk mendapatkannya. Dan ternyata usaha itu berhasil.  
“Sesungguhnya ALLAH Ta’ala suka melihat hambaNya berusaha berpenat lelah mencari rezeki yang halal”. (HR Ad-Dailami)
“Usaha yang paling baik ialah usaha orang yang bekerja dengan ikhlas.” (HR Ahmad)
Diriwayatkan dari Al Miqdam ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “tidak ada makanan yang lebih baik bagi seseorang kecuali makanan yang ia peroleh dari uang hasil keringatnya sendiri. Nabi Allah, Daud as. , makan dari hasil kerjanya sendiri” (HR Bukhari)
Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla. (HR. Ahmad)
Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya ketrampilan kedua tangannya pada siang hari maka pada malam itu ia diampuni oleh Allah. (HR. Ahmad)
Mencari rezeki yang halal adalah wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa, dll). (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)
Ketiga, sopan santun. Memberi dan menolak pemberian  dilakukan dengan santun. Pemberian berupa harta, dibalas dengan do’a. Terlihat nyata indahnya ajaran Islam. Berusaha saling memberi, walaupun wujudnya berbeda.
Pekanbaru, 6 Januari 2011

 

5. TATA CARA BERTAMU YANG ISLAMI

Menjalin hubungan silaturrahmi sangat dianjurkan didalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu wujud dari jalinan silaturrahmi itu adalah bertamu. Ajaran Islam yang sudah lengkap dan sempurna, juga  mengatur tata cara bertamu. Etika bertamu itu antara lain dapat dilihat didalam Al Qur’an Surat An Nuur ayat 27, 28 dan 29.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat”. (QS An Nuur 27).
Berdasarkan ayat Al Qur’an ini, sangat jelas, bahwa ada dua sikap yang perlu dilakukan bila bertamu. Yaitu meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni rumah. Izin ini bukan basa basi. Kadang terjadi, kita langsung masuk rumah setelah pintu dibukakan. Buka pintu tidak dapat dikatakan pemberian izin.
Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu ; ‘Kembali (saja) lah’. Maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. ( QS An Nuur 28)
Dalam ayat berikutnya diperjelas, bahwa tanpa izin yang punya rumah, kita sebaiknya tidak masuk. Apalagi bila dikatakan ‘ kembali saja ‘, maka sebaiknya kita pulang.
“Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang didalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan”. ( QS An Nuur 29).
Ada pengecualian, tidak perlu izin dan mengucapkan salam jika memasuki rumah  yang tidak disediakan untuk didiami. Misalnya, berteduh di pos ronda ketika hari hujan, masuk mall, warung dan lain-lain.
Berpegang kepada etika dalam bertamu, patut jadi pegangan kita. Sebab, ini perintah Allah SWT didalam Al Qur’an. Apapun perintah Allah SWT, pasti memberi kebaikan untuk semua. Dalam kondisi normal, tidak perlu buang-buang energi mencari alasan untuk tidak melakukannya. 
Dari Abu Hurairoh ia berkata,  Rasululloh saw bersabda,”Andaikan ada orang melihatmu di rumah tanpa izin, lalu engkau melemparnya dengan batu kecil lalu kamu cungkil matanya, maka tidak ada dosa bagimu.”
Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri ra., ia berkata: Aku sedang duduk dalam majlis orang-orang Ansar di Madinah lalu tiba-tiba Abu Musa ra. datang dengan ketakutan. Kami bertanya: Kenapa engkau? Ia menjawab: Umar menyuruhku untuk datang kepadanya. Aku pun datang. Di depan pintunya, aku mengucap salam tiga kali tetapi tidak ada jawaban, maka aku kembali. Tetapi, ketika bertemu lagi, ia bertanya: Apa yang menghalangimu datang kepadaku? Aku menjawab: Aku telah datang kepadamu. Aku mengucap salam tiga kali di depan pintumu. Setelah tidak ada jawaban, aku kembali. Sebab, Rasulullah saw. telah bersabda: Apabila salah seorang di antara kalian minta izin tiga kali dan tidak mendapatkan jawaban, maka hendaklah ia kembali ( HR. Muslim)
Pekanbaru, 16 Desember 2010.

 

4. PEMANDANGAN INDAH DI MASJIDIL HARAM

Keridhaan Allah berada pada keridhaan kedua orang tua, kemurkaan Allah berada pada kemurkaan kedua orang tua. ( HR. Tirmidzj)
Ada sebuah pemandangan indah ketika saya dan isteri tawaf di Masjidil Haram. Waktu itu kami melakukan tawaf ifadah. Menjelang zuhur. Matahari cukup cerah. Alhamdulillah kami tidak merasakan kepanasan yang sangat. Ditengah-tengah ramainya jemaah, kami melihat seorang pemuda menggendong dipunggungnya seorang wanita paruh baya (ibunya?).Pemandangan luar biasa indah. 
Ditengah suasana berdesakan …panas…Si Ibu terlihat bercucuran air mata sambil mulutnya komat-kamit (berdo’a?). Sipemuda terus saja berjalan mengelilingi Ka’bah. Setiap orang yang melihat, berusaha memberikan apresiasi dengan mengatakan sesuatu. Tentunya dalam bahasa masing-masing. Ada juga yang berkata sesuatu sambil mengelus pundak sipemuda.
Walaupun suasana berdesakan, namun jemaah yang berada didepan berusaha memberi kelonggaran agar sipemuda dapat lewat. Mereka terus berjalan melanjudkan tawafnya. Semakin jauh didepan.
Salah satu cara untuk mendapat ridha Allah SWT telah diperlihat oleh si pemuda di Masjidil Haram itu.Mengharapkan ridha orang tua dengan menggendong ibunya melakukan tawaf. Masih banyak cara lain untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Kita sangat membutuhkan ridha Allah SWT. Untuk itu, berusahalah sungguh-sungguh untuk mendapatkan ridha kedua orang tua. Kita takut akan murkanya Allah, maka takut jugalah dengan murkanya kedua orang tua.
Pekanbaru, 1 Nopember 2010


3. ETIKA KEPADA IBU DAN AYAH
Dari Abdullah bin Mas’ud ra, berkata :’ Aku bertanya kepada Nabi SAW , perbuatan apakah yang paling dicintai Allah? Nabi menjawab, bershalat pada waktunya. Ditanyakan lagi, kemudian apa? Berbuat baik kepada ayah dan ibu. Ditanyakan lagi, kemudian apa? Nabi menjawab, berjihat pada jalan Allah (dengan jiwa dan harta guna menegakkan kalimat Allah). ( HR Bukhari)


Dari hadis ini terlihat begitu pentingnya berbuat baik kepada orang tua. Urutannya setelah shalat dan sebelum jihat. Hal ini patut disadari tidak hanya oleh anak-anak, tetapi juga para orang tua. Agar anak-anak dapat berbuat baik kepada ayah dan ibu, para orang tua sepatutnya memberikan pemahaman dan contoh teladan kepada anak-anaknya.


Bagi orang tua yang masih punya ayah dan ibu, berpeluang besar memberikan tunjuk ajar dan contoh teladan bagaimana bersikap kepada ayah dan ibu. Sikap ini akan dilihat dan tersimpan dalam memori anak-anak.


Melihat anak-anak tumbuh dengan baik dan senantiasa melakukan perbuatan yang dicintai Allah tentu merupakan anugerah sangat berharga. Karena itu, para orang tua sebaiknya terlebih dahulu melakukan perbuatan yang dicintai Allah, yaitu shalat pada waktunya, berbuat baik kepada ayah dan ibu serta jihat pada jalan Allah.
Pekanbaru, 28 Mei 2010

2. ETIKA KEPADA IBU DAN AYAH (2)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjud dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah , ‘wahai Tuhanku kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.(QS Al Israa’23-24)


Setelah Allah SWT memerintahkan supaya jangan menyembah selain Dia, maka diperintahkanNya pula supaya berbuat baik kepada ibu dan bapak dengan sebaik-baiknya.


Alangkah indahnya sebuah keluarga apabila didalamnya selalu terpelihara perilaku baik, ucapan yang baik dari anak-anak terhadap ibu bapaknya. Ditambah lagi dengan do’a. Keindahan itu tidak terwujud begitu saja. Tidak instan. Tetapi perlu upaya sungguh-sungguh.


Dalam hal ini, perilaku orang tua sangat besar pengaruhnya. Orang tua yang memiliki pemahaman terhadap nilai-nilai kebenaran hakiki menurut Al Qur’an dan Sunnah Nabi, dapat mentransfer nilai-nilai itu kepada anak-anaknya.


Bagi anak-anak, tidak ada alasan untuk tidak berbuat baik kepada ibu dan bapak. Tidak ada pembenaran untuk mengeluarkan kata-kata kasar/keji. Juga tidak ada kesibukan yang menghilangkan kesempatan untuk berdo’a bagi ibu dan bapak.
Hal paling mendasar, ialah melakukan perbuatan baik itu dengan niat karena Allah SWT, sehingga bernilai ibadah.
Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu, jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat”. ( QS Al Israa’ 25)
Pekanbaru, 2 Juni 2010.

1.. ETIKA KEPADA IBU DAN AYAH (3)


“Aku memberimu makan dimasa kecilmu dan mendukungmu bahkan ketika kau mencapai usia remaja. Seluruh biaya hidupmu ditanggung oleh punggungku.
Aku sering terbangun semalaman dan sangat gelisah bila kau sedang sakit . Seolah-olah sakitmu adalah sakitku, dan aku menangis sepanjang malam.
Ketakutan atas kematianmu selalu menghantuiku walaupun aku tahu bahwa maut hanya akan terjadi pada saat yang ditentukan dan tidak bisa dihindari sama sekali.
Ketika kau mencapai usia dewasa, sesuatu yang kudambakan, biasanya kau berlaku keras dan mengucapkan kata-kata kasar kepadaku. Engkau bersikap kepadaku seolah-olah kau telah berbaik hati kepadaku.
Sayang sekali, seandainya kau tidak mau memberikan hak ku sebagai bapakmu, sedikitnya kau bisa memperlakukanku sebagai tetanggamu.


Aku mengharap engkau paling sedikit bisa menunaikan tugasmu kepadaku bagaikan tetanggamu , dan tidak bertindak kikir dalam membelanjakan uangku untuk keperluanku”.

Saya cukup tersentuh dengan puisi ini yang ditulis dalam buku “Pelajaran bagi ulil abshar tempat-tempat bersejarah di Madinah Munawwarah” oleh Imtiaz Ahmad. Penjelasan lebih lengkapnya saya kutipkan. Yaitu, seseorang menghampiri Nabi Muhammad SAW dan mengeluh, bahwa bapaknya telah mengambil alih seluruh hartanya. Nabi SAW bersabda kepadanya,: ‘Jemputlah bapakmu kesini’. Sementara itu Malaikat Jibril AS menghampiri Nabi Muhammad SAW dan berkata :’ Bila bapaknya telah datang , tanyakan kepadanya tentang kata-kata yang diucapkan dalam hatinya bahkan telinganya sendiripun tidak dapat mendengarnya’. Ketika laki-laki muda itu membawa bapaknya, Nabi Muhammad SAW bertanya, kenapa anakmu mengeluh bahwa kamu telah menguasai seluruh hartanya? Sang bapak meminta Nabi:’Tanyakanlah kepada anakku untuk apakah aku menggunakan uangnya selain untuk membiayai kebutuhan bibinya dan diriku?. Nabi SAW bersabda:’ Cukup, semua sudah jelas bagiku.’ Kemudian Nabi bertanya kepada sang bapak:’ Kata-kata apakah yang selalu kau ucapkan didalam hati yang bahkan telingamupun tak dapat mendengarnya?
Sang bapak heran mendengar ini dan menjawab :’ Sesungguhnya ini adalah mukjizat bahwa engkau mengetahui hal ini. Memang saya selalu mengucapkan satu puisi didalam hati, sehingga bahkan telingakupun tidak dapat mendengarnya’.Nabi SAW memerintahkan untuk membacakan puisi itu. Terjemahan puisi itu seperti terdapat pada awal tulisan ini. Setelah mendengar puisi , Nabi Muhammad SAW bersabda kepada lelaki muda itu: ‘ Pergi…dan seluruh hartamu untuk bapakmu”.


Kisah ini sangat menyentuh bagiku. Tidak mustahil, bapakku juga menyimpan sesuatu didalam hatinya. Mungkin juga dia mempunyai kata-kata puitis tentang sikapku yang disimpannya rapat-rapat. Kini aku tak bisa lagi bersikap, berperilaku dan berkata manis kepadanya. Hanya do’a selalu kupanjatkan kehadirat Allah SWT karena dia telah pulang kekampung akhirat dan tidak akan pernah kembali lagi kedunia ini.


Berbahagialah orang-orang yang masih dapat bertemu langsung dengan Ibu dan Bapak karena masih terbuka peluang untuk bersikap dan berperilaku baik. Juga masih ada kesempatan untuk berkata manis kepada mereka. Sayang sekali bila peluang ini di sia-sia kan.
Pekanbaru, 2 Juni 2010