Menghadapi berbagai masalah yang melanda negeri ini, ada
baiknya kita mengambil pengajaran dari sikap dan perilaku pemimpin dimasa
awal-awal Islam. Salah satu contoh teladan telah diberikan oleh Khalifah Ali
bin Abu Thalib dan Hakim Syuraih al-harits. Kisah ini saya kutip dari Suara
Hidayatullah, Oktober 2011.
Pada masa kekhalifahan Ali bin Abu Thalib, Syuraih bin
al-Harits al-Kindi yang masih menjadi hakim, pernah didatangi oleh khalifah ke
empat itu bersama seorang yahudi. Ali mengadu kepada Syuraih bahwa baju
perangnya dicuri oleh si yahudi.” Aku menemukan baju besiku dibawa orang ini,
tanpa melalui jual beli ataupun hibah.” Terang Ali.
Mendengar pengaduan Ali, Syuraih kemudian mempersilakan si
yahudi menyampaikan pembelaan.” Ini baju perangku, sebab sekarang berada
ditanganku,” si yahudi menyanggah tuduhan Ali. Syuraih kemudian bertanya kepada
Ali:” Bagaimana Anda yakin jika ini baju perang Anda? Kemudian Ali menjawab:”
Karena orang yang memiliki baju perang seperti ini hanya aku”.
Syuraih kemudian berkata:” Aku tidak meragukan bahwa Anda
adalah orang yang jujur wahai Amirul Mukminin, dan aku yakin baju besi ini
milik anda, tetapi anda harus mendatangkan dua orang saksi untuk menguatkan
pengakuan Anda ini”.
Maka Ali mengajukan dua orang saksi, yakni pembantunya Qanbar
dan anak kesayangannya Hasan. Tetapi Syuraih tidak mau menerima kesaksian
Hasan dengan alasan dalam Islam
kesaksian seorang anak terhadap ayahnya tidak diterima. Mendengar keputusan
Syuraih itu Ali bertanya:” Apakah Anda tidak menerima kesaksian seorang calon
penghuni surga? Apakah Anda tidak mendengar Rasulullah bersabda bahwa Hasan dan
Husain adalah dua pemuda ahli surga?
“Aku hanya tidak menerima kesaksian seorang anak terhadap
ayahnya”, jawab Syuraih tegas sembari membacakan surat Al Maidah ayat 8:” Hai orang-orang yang beriman, hendaklah
kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi
saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil”.
Mendengar penjelasan Syuraih, Ali pun menerima keputusan itu
dengan lapang dada. Karena menurutnya apa yang diputuskan Syuraih sudah sesuai
dengan ketentuan Allah Ta’ala dan Rasulnya. Ia pun merasa bangga karena hakim
yang dipilihnya dapat berlaku adil, termasuk kepada dirinya yang sedang
memangku amanah sebagai Khalifah.
Ia kemudian menyerahkan baju perang itu kepada si yahudi dan
berkata:” Ambillah baju perang ini, karena aku tidak mempunyai saksi selain
keduanya”. Menyaksikan keadilan Syuraih dan keagungan Ali, yahudi itu terpana
dan berkata:” Baju perang ini memang milik Anda, aku memungutnya ketika
terjatuh di perang Shiffin. Hari ini saya menyaksikan seorang hakim yang sangat
adil dan teguh menegakkan ajaran Allah demi aku. Sungguh aku telah melihat
kebenaran Islam. Maka sat ini juga aku menyatakan diri masuk Islam.”
Syuraih kemudian membimbingnya mengucapkan dua kalimat syahadat.
Sebagai rasa gembira atas keislaman si yahudi, Ali menghadiahkan baju perang
yang baru saja dipeselisihkannya ditambah seekor kuda.
Keadilan dan keberanian Syuraih juga berlaku bagi
keluarganya. Saat anaknya menghadapi suatu masalah, Syuraih menyuruh anaknya
mengajukan ke pengadilan. Namun, ternyata dipengadilan, Syuraih memenangkan
lawan dari anaknya.
Dari kisah tersebut, dapat kita lihat bagaimana
ketentuan/nilai ajaran Islam benar-benar ditegakkan dan diamalkan. Hasilnya,
semua persoalan dapat diselesaikan dengan memberi rasa nyaman untuk semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar