Melaksanakan ibadah itu ada tatacaranya. Oleh sebab itu,
sudah selayaknya kita terus berusaha memahami tatacara beribadah itu dengan
sebaik-baiknya. Pola pikir beribadah ala kadarnya saja atau hanya ikut-ikutan,
selayaknya kita tinggalkan.
Sekarang ini, banyak sekali kemudahan dalam mempelajari
tatacara beribadah. Kita perlu selektif didalam mengamalkannya. Tata cara
beribadah yang memiliki dasar dari Al-Qur’an dan hadits, kita amalkan.
Sedangkan tatacara beribadah yang tidak jelas dalilnya, kita tinggalkan saja.
Salah satu ibadah penting yang kita lakukan adalah shalat.
Berbagai ketentuan didalam melaksanakan ibadah shalat sudah selayaknya kita
pahami dengan baik termasuk tatacara membaca Al-Fatifah.
Menurut Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir oleh Muhammad Nasib
Ar-Rifa’i, mengenai hukum membaca Al-Fatihah didalam shalat, terdapat tiga
pendapat sebagai berikut:
1.Imam, makmum dan orang yang shalat munfarit (sendirian)
wajib membaca Fatihah berdasarkan keumuman hadits mengenai hal ini,
“ Tidak
sah shalat orang yang tidak membaca fatihah”.
“Barangsiapa yang melakukan suatu shalat tanpa membaca Ummul Qur’an, maka
shalatnya tidak sempurna”.
“Tidaklah berpahala shalat yang didalamnya tidak dibaca Ummul Qur’an”. Pendapat ini dipegang oleh Imam
Syafi’i.
2. Makmum (dalam shalat berjamaah)
tidak wajib sama sekali membaca Al-Qur’an, baik surat Al-Fatihah maupun surat
lainnya, baik dalam shalat zahir
maupun sir (bacaan tidak dikeraskan).
Hal itu berdasarkan keterangan yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dalam
Musnadnya, dari Jabir bin Abdullah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
beliau bersabda:”Barangsiapa yang
mendapatkan imam, maka bacaan imam berarti bacaan untuk makmum juga”. Akan
tetapi, sanad hadits itu lemah dan diriwayatkan oleh Maalik dari Wahab Ibnu Kaisan,
dari Jabir melalui perkataannya. Hadits ini diriwayatkan dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam melalui jalur yang sedikitpun tidak sahih. Wallahu a’lam.
3. Dalam shalat sir, makmum wajib membaca Fatihah. Hal itu tidak wajib dalam shalat
jahar karena dalam Shahih Muslim ada
hadits dari Abu Musa al-Asy’ari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya imam itu
dijadikan panutan. Apabila imam takbir, maka bertakbirlah kamu, dan apabila
imam mambaca (surat), maka simaklah oleh mu”. Muslim menuturkan sisa hadits
itu. Demikian pula halnya dengan hadits yang diriwayatkan oleh para penyusun
sunan, yaitu Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah yang diterima dari Abu
Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda;”Apabila imam membaca (surat), maka simaklah
olehmu”. Muslim ibnul-Hajjaj juga mensahihkan hadits itu. Kedua hadits itu
menunjukkan kesahihan pendapat ini yang
merupakan qaul qadim (pendapat lama)
Imam Syafi’i r.a.(Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar