Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Kamis, Mei 22, 2014

Mensikapi Perilaku Baik Dan Buruk Istri


Sebagai manusia biasa, tentu setiap orang mempunyai kekurangan disamping kelebihan. Termasuk perilaku dan sikap sehari-hari. Tidak berarti, ada pembiaran terhadap perilaku dan sikap yang tidak terpuji. Peningkatan akhlak menuju akhlak mulia, patut terus diupayakan.
Dari Abu Hurairah r.a, katanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Seorang mukmin jangan memarahi wanita mukminah (istri). Jika ia tidak suka akan perangainya, niscaya ada pula yang menyenangkan daripadanya. (HR. Muslim)

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy menjelaskan, bahwa petunjuk dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini untuk suami dalam mempergauli istrinya yang merupakan sebab terbesar atas baiknya pergaulan secara patut. Ia melarang seorang mukmin mempergauli istrinya dengan buruk. Larangan atas sesuatu adalah perintah untuk melakukan sebaliknya. Beliau menyuruh memperhatikan akhlak mulianya dan hal-hal yang dilakukannya dan agar memperhatikan juga akhlaknya yang tidak disukai.
Sesungguhnya seorang suami apabila hanya merenungkan dan memperhatikan akhlak istrinya yang terpuji dan perbuatan yang baik yang disukainya saja, dan melihat pada sebab yang mengacunya pada kegelisahan dan keburukan hanya satu atau dua saja, maka apabila jujur ia tidak akan menghiraukan keburukannya karena terhapus oleh kebaikannya. Karenanya, persahabatan langgeng, dipenuhinya hak-hak yang wajib dan yang dianjurkan, dan mungkin apa yang tidak disukai, ia (istri) berusaha meluruskan dan menggantinya.
Dalam hal ini, manusia terbagi pada tiga bagian yaitu:
Pertama, yang paling tinggi yaitu orang yang memperhatikan akhlak yang baik dan kebaikan-kebaikannya serta menutup mata dari keburukan secara umum serta melupakannya.
Kedua, yang paling sedikit petunjuk, iman dan akhlak baiknya, yaitu orang yang melakukan sebaliknya, ia tidak menganggap kebaikan sekalipun ada dan hanya menjadikan keburukan dihadapan matanya dan barangkali memanjangkan dan membesar-besarkan dengan sangkaan (tanpa bukti) sebagaimana yang banyak terjadi.
Ketiga, orang yang memperhatikan keburukan dan kebaikan secara seimbang, dan memperlakukan istri sesuai dengan keadaannya. Ini adil, akan tetapi ia telah mengharamkan kesempurnaan.
Tatakrama yang ditunjukkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini hendaknya diterapkan dan digunakan terhadap semua orang karena manfaat agama dan dunianya banyak serta pelakunya berarti telah berusaha menenangkan hatinya, dan dalam sebab yang diketahui dapat melakukan hak-hak yang wajib dan sunat, karena sifat sempurna pada seseorang itu tidak mungkin. Penguasaan jiwa terhadap sesuatu yang tidak disukai dari orang lain membuat mudah baginya berbudi baik dan berbuat kebaikan terhadap sesama manusia. (Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy dalam 99 Hadis Utama Bukhari, Muslim, Mutafaq)
Pekanbaru, Mei 2014

Tidak ada komentar: