Dalam perjalanan, tidak jarang saya menghadapi kenyataan sulitnya mendapatkan air untuk berwuduk. Sementara frekwensi perjalanan saya lumayan tinggi. Oleh sbab itu, saya mencoba mencari jawaban yang dapat dijadikan pegangan. Ketika membaca Tafsir Al Azhar Karangan Prof. Dr. Hamka Juzu’ V, saya menemukan tatacara tayamum. Penjelasan itu berdasarkan ayat 43 Surat An-Nisaa’ :
“ Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu dekati sembahyang, padahal kamu sedang mabuk, sehingga kamu tahu apa yang kamu ucapkan. Dan jangan pula dalam keadaan junub, kecuali orang-orang yang melintasi jalan, sehingga kamu mandi. Dan jika kamu dalam keadaan sakit, atau tengah dalam perjalanan, atau datang seorang dari pada dari buang air , atau menyentuh kamu akan perempun-perempuan, sedang kamu tidak mendapati air , maka hendaklah kamu cari tanah yang bersih maka sapulah muka kamu dan tangan kamu. Sesungguhnya Allah Pemaaf lagi Pengampun”.
Menjadi syarat yang dasar sekali supaya terlebih dahulu wajib suci dan bersih sebelum sembahyang. Kalau berhadas besar (junub) membersihkannya ialah dengan mandi . Dibawah dari mandi ialah udhuk. Tetapi perintah yang demikian keras, tentu ada kecualinya. Kita wajib mandi sebelum sembahyang kalau kita berhadas besar (junub) dan kita wajib berudhuk kalau kita berhadas kecil. Tetapi bagaimana kalau air tidak ada? Jawabnya :” Menjaga kesucian dan kebersihan tetap wajib, tetapi karena air tidak ada ditukar dengan tanah.” Pengecualian ini diberikan kepada :
- Kepada orang yang sakit. Banyak orang sakit, meskipun air ada, tetapi dia tidak bisa terkena air, atau menambah penyakitnya kalau kena air. Dia boleh menukar dengan tanah.
- Tengah dalam perjalanan (musafir). Dalam perjalanan kadang air susah didapat, karena itu tukar saja dengan tanah. Dengan keringanan ini orang yang dalam perjalanan tidak usah susah-susah mencari air. Dizaman mula-mula agama diturunkan, musafir berjalan dipadang pasir, berhari-hari, mengendarai kuda atau unta, air sukar didapat. Sungguh tepatlah rukhsah tayammum untuk musafir. Bahkan di zaman modern meskipun alat pengangkutan sudah mudah, baik kapal, kereta api, kapal udara (pesawat), namun rukhsah tayammum ini tetap memberi kelapangan kepada musafir. Sebab ada-ada saja halangan yang tidak disangka-sangka akan menimpa dijalan. Misalnya KA yang sangat berdesak-desakan sehingga sukar keluar untuk mengambil air sembahyang, bahkan sukar pergi ketempat air dalam KA lantaran sesaknya, maka kita boleh menggosokkan tangan saja kedinding KA buat mengambil tanah tayammumnya. Sebab, nabi pernah berbuat begitu didinding rumahnya sendiri.
- Datang dari kakus, jamban artinya selesai buang air, kita hendak berudhuk air tidak ada. Al Qur’an mempunyai bahasa yang amat halus. Dikatakan orang yang baru selesai buang air besar atau air kecil ‘kembali dari jamban’.
- Baru habis menyentuh perempuan-perempuan. Ulama dalam bahagian terbesar mengatakan maksud sentuh disini ialah bersetubuh. Karena Al Qur’an tidak pernah memakai kata ‘persetubuhan’ itu dengan tepat, melainkan dengan sindir . Tetapi Imam Syafii tetap memegang arti sentuh yang asli. Maka meskipun bersentuh kulit saja, sebagai pendapat Imam Syafii, atau habis bersetubuh (junub) sebagai pendapat ulama-ulama yang lain, namun kalau air tidak ada sudah boleh tayammum.
Bagaimana melakukan tayammum ?
Dalam ayat Al Qur’an Surat An Nisaa ayat 43 itu dikatakan “ maka sapulah muka kamu dengan tangan kamu”.
Berbagaimacam hadis tentang kaifiat tayammum, tetapi yang paling shahih ialah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ammar bin Yasir. Ceritanya begini, pada suatu hari datanglah dua orang kepada Umar bin Chatthab r.a, yang seorang lalu bertanya “ saya telah junub tapi air tidak ada”. Maka berkata Umar :” Jangan engkau sembahyang”. Mendengar jawaban Umar itu, berkatalah Ammar:” Tidakkah engkau teringat ya Amirul Mukminin seketika dan engkau turut dalam suatu peperangan, kita sama-sama jinabat, maka kitapun tidak mendapatkan air. Adapun engkau sendiri, tidaklah engkau sembahyang. Maka berkatalah Rasulullah Saw :” Hanya sanya cukuplah buat engkau , jika engkau pukul bumi dengan tangan engkau, kemudian engkau hembus, kemudian itu engkau sapu dengan dia muka engkau dan telapak tangan engkau.’
Tersebut dalam riwayat itu, bahwa pada mulanya Umar agak sangsi menerima keterangan Ammar. Takut terlalu mempermudah. Tetapi kemudian dia tinggalkan pendiriannya dan dia turuti pendapat Ammar dan dibolehkannya Ammar menfatwakan kepada orang lain.
Tersebut pula dalam hadis lain dari Abu Mu’awiyah :” Kemudian menyapu tangan kiri atas tangan kanan dan punggung telapak tangannya’.
Pada hadis yang dirawikan oleh Ad-Daru qudhniy berbunyi :” Cukuplah bagi engkau jika engkau pukul dengan telapak tangan engkau pada tanah, kemudian engkau hembus, kemudian engkau sapu dngan dia muka engkau dan kedua telapak tangan engkau sampai kepergelangan”.
Maka sah lah salah satu cara yang demikian untuk mengganti mandi junub dan udhuk bila air tidak ada , walaupun tidak dalam perjalanan. Atau karena dalam perjalanan atau karena dalam sakit.
(Bandung 25-06-09)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar