Dalam Islam, sihir dikategorikan sebagai perbuatan syirik. Karenanya, apapun sebutannya, tukang sihir dan ‘pasien’ yang mempercayainya termasuk dalam golongan orang-orang musyrik.
Siapa yang datang kepada para normal, kemudian bertanya dan membenarkan/meyakini apa yang dikatakannya, maka tidak akan diterima shalatnya selama 40 hari. (HR. Bukhari)
Syirik termasuk dalam klasifikasi dosa besar. Allah tidak akan mengampuni dosa syirik bila terbawa mati. Karena itu, bergegaslah taubat apabila kita pernah minta bantuan dukun, paranormal, atau orang pintar untuk melakukan santet, pellet, nyegik, ataupun meramal nasib.
Sungguh Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.( QS. An Nisaa 48)
Sihir dikategorikan syirik karena dalam pelaksanaannya melibatkan jin. Sedangkan meminta bantuan kepada jin hukumnya haram, sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut : “ Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki diantara jin,maka jin-jin itunmenambah bagi mereka dosa dan kesalahan.’ (QS. Al Jin 6)
Ayat ini menegaskan, kalau manusia meminta pertolongan kepada jin, hal itu semakin menambah dosa dan tidak akan menjadi kebaikan. Jadi yang masuk dalam kategori sihir yaitu segala sesuatu yang dilakukan manusia dengan bantuan jin seperti santet, pellet, nyegik, debus, termasuk didalamnya kemampuan spektakular yang dilakukan penyihir modern.
Bagaimana hukum menyaksikan sihir lewat televisi ? Rasulullah bersabda :” Barang siapa melihat kemungkaran diantara kamu, ubahlah dengan tanganmu. Jika tidak mampu, ubahlah dengan lisanmu. Jika masih tidak mampu, ubahlah dengan hatimu, dan hal itu (mengubah dengan hati) adalah selemah-lemah iman.
Menonton (menikmati) kemampuan tukang sihir, sama dengan menyetujui kemungkaran. Padahal kita diperintahkan mengubahnya, minimal dengan hati. Jadi, kalau kita menonton (menikmati) kemahiran sihir mereka, berapa yang tersisa dari iman kita? Na’udzubillah.
(Sumber : Aam Amiruddin, Tafsir Al Qur’an Kontemporer).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar