Ia menjadikan cinta dan bencinya,
pemberian dan penolakannya, ridha dan marahnya karena kecintaannya kepada Allah
dan keinginan membela agama-Nya, bukan untuk kepentingan pribadi. Sikapnya
tidak sama dengan sikap orang-orang yang senang mengeruk keuntungan duniawi.
Mereka dicela Allah di dalam Al Qur’an. Allah berfirman tentang mereka: “ Dan diantara mereka ada orang yang
mencelamu tentang (pembagian) zakat. Jika mereka diberi sebagian daripadanya,
mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian daripadanya,
dengan serta merta mereka menjadi marah.”(at-Taubah: 58)
Ada
kalanya anda melihat seorang juru dakwah apabila ia disakiti atau
diperlakukan kurang menyenangkan, bahkan oleh teman akrab dan keluarganya
sendiri ia cepat marah, mengeluh dan frustrasi lalu mengundurkan diri dari
aktivitas dakwah dan medan juang.
Sesungguhnya keikhlasan mengharuskannya tetap berdakwah dan bertahan meskipun banyak orang menyalahi
dan mengurangi haknya karena dia benar-benar didorong perasaan ingin mencari ridha Allah, bukan
karena kepentingan pribadi, bukan karena
sanak kerabat, bukan karena mencari muka dihadapan si fulan dan bukan pula
karena ingin reputasinya disebar-luaskan di tengah masyarakat.
Berdakwah bukan monopoli atau milik
satu-dua orang oleh karena seorang mukmin tidak boleh mundur dari bidang dakwah
karena tidak tahan menghadapi berbagai macam tantangan.
(Sumber: Ikhlas Sumber Kekuatan
Islam, DR. Yusuf Qardhawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar