“Tidaklah bersyukur kepada
Allah, orang yang tidak tahu berterima kasih kepada sesama manusia”. (HR Ahmad)
Seorang isteri membawa sebuah
kelapa pemberian tetangga. Kelapa itu sudah tumbuh tunasnya. Melihat pemberian itu,
si suami kurang senang dan menyuruh isterinya mengembalikan pemberian itu. Si
isteri mungkin serba salah. Namun, perintah suami dia laksanakan juga. Boleh
jadi, tetangga yang memberi kelapa itu
merasa kurang senang. Pemberiannya di tolak. Boleh jadi juga, kapok untuk
memberi lagi.
Dari kasus diatas, dapat diambil
beberapa pengajaran. Mendahulukan kekesalan daripada rasa terima kasih, dapat
menghilangkan sebuah kesempatan untuk memperoleh sesuatu. Jika, diterima dengan
lapang dada, tentu kelapa tersebut dapat dimanfaatkan santannya. Lumayan, dapat
mengurangi biaya rumah tangga. Jika santannya tak ada, masih ada sabut dan
tempurungnya. Mungkin juga ada ‘kentos’ didalamnya. Atau, diberikan lagi kepada orang lain untuk
dijadikan bibit.
Sekecil apapun yang diperoleh,
layak merasa bersyukur. Ucapan Alhamdulillah, seyogianya didahulukan daripada
kesal. Bukankah kelapa itu buah yang baik lagi halal. Dengan selalu bersyukur,
peluang untuk memperoleh yang lain akan makin terbuka.
Sikap emosional, dapat merusak
hubungan baik antar sesama. Mendahulukan rasa tersinggung, dapat merubah
hubungan baik menjadi kurang baik. Yang diiberi mendahulukan rasa
tersinggungnya karena merasa pemberian itu kurang layak, lalu mengembalikan.
Tidaklah mustahil, si pemberi juga dapat tersinggung. Sombong benar, sudah
diberi bukannya berterima kasih, tetapi mengembalikan.
Dalam kehidupan sehari-hari,
mungkin saja kita pernah mengalami peristiwa tersebut. Saling memberi memang
salah satu nilai budaya negeri ini.
Saling memberi dapat mempererat hubungan. Anak negeri yang bijak, sepatutnya
selalu mendahulukan ucapan terima kasih dan Alhamdulillah ketika diberi
sesuatu. Tentu saja, pemberian itu adalah barang yang baik dan halal. Jika
pemberian itu jelas-jelas barang yang akan merusak dan jelas pula tidak
halalnya, perlu ditolak. Menolaknya juga tidak perlu secara emosional. Hubungan
silaturrahmi patut dijaga. Apalagi dengan tetangga.
Mendahulukan rasa terima kasih
dan syukur ketika menerima sesuatu pemberian yang baik, tidak akan menutup
peluang. Terima saja dahulu, bagaimana memanfaatkannya, nanti dipikirkan lagi.
Barangsiapa yang tidak tahu berterima kasih atas yang sedikit maka ia
tidak akan tahu berterima kasih atas yang banyak, dan barangsiapa yang tidak
berterima kasih kepada manusia berarti ia tidak bersyukur kepada Allah.
Memperbincangkan nikmat Allah itu termasuk syukur dan tidak memperbincangkannya
termasuk kufur. Jemaah itu adalah rahmat dan bercerai -berai itu adalah azab. (
HR. Abdullah bin Ahmad)
Pekanbaru, 1 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar