Kecerdasan memang sangat perlu dimiliki. Namun, jangan
tersinggung dulu, jika ada yang mengatakan, bahwa kita belum cerdas. Juga tidak
perlu marah, jika dikatakan bodoh. Sebab, mungkin saja kita memang masih belum
cerdas atau masih bodoh. Kecerdasan itu ada kriterianya. Dengan memahami
kriteria kecerdasan yang tepat, kita dapat melakukan introspeksi diri,
apakah kita sudah layak dikatakan
cerdas. Dengan memahami kriteria cerdas yang tepat, usaha untuk menjadi cerdas
itu, melalui jalan yang tepat pula.
Suara Hidayatullah edisi Juli 2011, telah membahas topik
kecerdasan ini secara luas. Saya kutip sebahagian kecil nya saja.
...Al Qur’an dan Sunnah telah mengenalkan kepada kita nilai
kecerdasan yang sejati, yakni kecerdasan berdasarkan fitrah.
Al Qur’an telah memuat profil tokoh pendidik yang luar biasa.
Ia bukanlah seorang nabi dan rasul, tetapi namanya diabadikan menjadi sebuah
nama surat dalam Al Qur’an, bahkan petuahnya dinukil didalam Al Qur’an.
Ia adalah Luqman al-Hakim. Ia berkata kepada anaknya tentang
kecerdasan, sebagaimana dinukil dari buku berjudul Pesan-pesan Bijak Lukman
al-Hakim karya Majdi Asy Syahari. Beginilah katanya :
“Wahai anakku, orang yang cerdas, pandai dan bahagia pasti
mencintai sesamanya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Ia bersikap hemat
dalam keadaan kaya dan menjaga kehormatan diri disaat fakir. Harta tidak akan
melalaikannya dari Allah. Kemiskinan
juga tidak mungkin menyibukkannya dari mengingat Allah”.
“ Wahai anakku, orang cerdas itu akan bisa mengambil manfaat
dari kesabarannya. Ia selalu mendengarkan siapa saja yang menasehatinya. Ia
tidak memusuhi orang yang lebih tinggi derajatnya dan tidak pula melecehkan orang
yang lebih rendah derajatnya”.
“ Ia tidak menuntut apa yang bukan miliknya dan tidak
menyia-nyiakan apa yang ia miliki. Ia tidak mengucapkan apa yang tidak
diketahuinya dan tidak menyembunyikan ilmu yang ada padanya”.
“Wahai anakku, orang yang cerdas itu merasa puas dengan hak
yang dimilikinya dan tidak pernah merugikan hak-hak orang lain. Orang lain
tidak merasa terusik olehnya dan dia pun tidak merasa terbebani oleh orang
lain”.
“Wahai anakku, orang yang cerdas itu mau menerima nasehat
dari orang yang menasehatinya. Ia bergegas dalam hal kebajikan dan lamban dalam
hal keburukan. Ia kuat dalam berbuat baik dan lemah dalam kemaksiatan. Ia
memiliki sedikit pengetahuan tentang nafsu syahwat”.
“ Ia mengetahui cara mendekatkan diri kepada Allah. Ia
meyakinkan pada saat bersaksi, bersikap adil disaat memutuskan, benar jika
berkata, jujur jika diberi kepercayaan, dan pemaaf jika dizalimi”.
“Wahai anakku, orang yang cerdas itu tetap berbuat baik
disaat orang berbuat jahat kepadanya. Ia menggunakan hartanya untuk kebaikan
dan tidak menafkahkan harta yang bukan miliknya”.
“ Di dunia, ia ibarat perantau. Tujuannya adalah kehidupan
kelak. Ia selalu mengajak pada kebaikan
dan mengajarkannya. Ia mencegah kejahatan dan menjauhinya. Batinnya
sesuai dengan lahirnya. Ucapannya selaras dengan perbuatannya”.
Nasehat Luqman al-Hakim kepada anaknya tentang kecerdasan itu
bisa diringkas menjadi sebuah definisi tentang orang yang cerdas, yakni orang
yang memiliki sifat kasih sayang, efisien, efektif (berdaya guna/bermanfaat),
menjaga kehormatan, konsisten sabar, empati (peduli), jujur, apresiatif,
berilmu pengetahuan, berketerampilan, adil benar, komitmen, proaktif, tangguh,
amanah, visioner dan menjadi pelopor kebaikan.
Definisi kecerdasan yang dikemukakan oleh Rasulullah
Shallalahu ‘alaihi wa sallam merupakan definisi yang paling akurat, paling
benar dan paling komprehensif. Dalam sebuah hadis beliau bersabda tentang
kecerdasan:” Orang yang cerdas adalah
orang yang menguasai dirinya dan berbuat untuk keselamatan sesudah mati.
Sedangkan orang yang bodoh adalah yang memperturutkan hawa nafsunya dan
mengharapkan kepada Allah harapan-harapan kosong.” (Riwayat Ibnu Majah dan Ibnu
Umar).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar