Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Kamis, April 05, 2012

Tiga Karakter Harta


Harta merupakan salah satu materi ujian kehidupan. Betapa banyak orang yang terjerumus pada cara-cara yang haram untuk bisa mendapatkan harta sebanyak-banyaknya. Dan tidak sedikit orang yang bergelimang harta, kemudian harta tersebut membawanya pada kehidupan penuh maksiat. Supaya tidak terperdaya harta, maka kita perlu memahami karakternya, yaitu :
1.      Harta sebagai titipan atau amanah Allah.

Kita harus menyadari bahwa apa yang ada pada genggaman kita adalah milik Allah yang dititipkan  dan harus dipertanggung-jawabkan dihadapan-Nya.
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang dilangit dan yang dibumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada yang diberi kitab sebelum kamu dan juga kepada kamu; bertaqwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka ketahuilah, sesungguhnya apa yang dilangit dan apa yang dibumi  hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Dan kepunyaan Allah-lah apa yang dilangit dan dibumi. Cukuplah Allah sebagai pemelihara”. (QS. An Nisa 4: 131-132).


Harta yang dimiliki belum tentu merupakan rezeki, karena rezeki yang sebenarnya adalah makanan yang dimakan, pakaian yang dipakai hingga lapuk, dan harta yang disedekahkan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Bermegah-megah telah melalaikan kamu. Pada hari kiamat ada manusia yang berseru, mana hartaku! Mana hartaku!. Padahal kamu tidak memiliki harta kecuali apa yang telah kamu makan, apa yang telah kamu pakai, dan apa yang telah kamu sedekahkan”. (HR. Muslim)

2.      Harta sebagai ujian kehidupan.

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada dibumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah diantara mereka yang terbaik perbuatannya”. (QS. Al Kahfi 18: 7)

Islam tidak melarang kita untuk berburu harta, selama harta tersebut tidak melalaikan kita. Bahkan Islam memerintahkan kita untuk rajin berzakat dan berinfak. Ini isyarat bahwa kita diperintahkan untuk pandai mencari harta, sebab bagaimana mungkin kita bisa berzakat, bersedekah, dan berinfak kalau kita tidak mempunyai harta. Namun sayang dalam realitasnya, tidak sedikit manusia yang menghalalkan segala cara demi harta. Ibadahpun terlalaikan, bahkan persahabatan dan persaudaraanpun retak gara-gara harta. Nah, inilah yang dilarang Islam. Hati-hati, harta itu ujian. Jangan sampai harta melalaikan kita untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
“Bermegah-megah telah melalaikan mu, sampai kamu masuk kedalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui akibat perbuatanmu itu, dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka jahim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin,kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan yang kamu megah-megahkan didunia itu.” (QS. At-Takatsur 102: 1-8)

3.      Harta sebagai perhiasan dunia.

Mencintai harta adalah bagian dari fitrah manusia karena harta merupakan perhiasan dunia. Hal yang terindah adalah apabila kita mampu menjadikan perhiasan dunia  sebagai sarana taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT.
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawha ladang. Itulah kesenangan hidup didunia; dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Q. Ali Imran 3: 14)
Kita dianjurkan untuk menggunakah harta secara proporsional, yakni tidak pelit namun juga tidak boros alias bersikap pertengahan.
“... Janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhan-nya”. (QS. Al Isra 17: 26-27)
“ Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir dan adalah pembelanjaan itu ditengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al Furqan 25: 67)
(Sumber: Aam Amiruddin, Tafsir Al Qur’an Kontemporer, Juz Amma Jilid II)

Tidak ada komentar: