Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Minggu, Mei 27, 2012

Membicarakan Keburukan Orang


Dalam kehidupan sehari-hari, banyak waktu kita gunakan untuk berbicara dengan sesama. Berbincang-bincang dengan kerabat tentu menyenangkan. Disamping dapat menjalin hubungan, juga dapat saling menambah pengetahuan. Namun, ada  hal-hal yang patut diperhatikan agar pembicaraan itu tidak melanggar kaidah-kaidah agama dan mendatangkan dosa.
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Hujurat 49: 12)

Berdasarkan ayat Al Qur’an diatas, Allah SWT menyuruh agar menjauhkan diri dari prasangka. Allah SWT melarang mencari-cari kesalahan orang lain dan menggunjing. Dalam agama, menggunjing disebut ghibah. Perbanyaklah taubat, boleh jadi kita telah berkali-kali melakukan hal yang terlarang itu.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Apakah kalian tahu apa yang dimaksud dengan ghibah? Para sahabat menjawab: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui" beliau bersabda: "Engkau menyebutkan sesuatu kejelekan yang ada pada saudaramu". Para sahabat berkata:" Wahai Rasulullah bagaimana jika apa yang dibicarakan tersebut ada padanya? Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Apabila apa yang ada padanya sesuai dengan apa yang engkau bicarakan maka engkau telah mengghibahnya. Sedangkan apabila apa yang ada padanya tidak sesuai dengan apa yang engkau katakan maka engkau telah berdusta atasnya.” (H.R. Muslim, Abu Daud , Tirmidzi)
Membicarakan sisi negatif orang lain itu perlu benar-benar dihindari.
"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya : Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut ( pailit ) itu ? Maka mereka ( para sahabat ) menjawab : Orang yang pailit di antara kita adalah orang yang tidak mempunyai uang dan harta. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menerangkan : orang yang pailit dari ummatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakatnya, namun dia datang dan (dahulu di dunianya) dia telah mencela si ini, menuduh (berzina) si itu, memakan harta si ini, menumpahkan darah si itu dan telah memukul orang lain ( dengan tidak hak ), maka si ini diberikan kepadanya kebaikan orang yang membawa banyak pahala ini, dan si itu diberikan sedemikian juga, maka apabila kebaikannya sudah habis sebelum dia melunasi segala dosanya ( kepada orang lain ), maka kesalahan orang yang didzalimi di dunia itu dibebankan kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke api neraka. (HR. Muslim)
M. Quraish Shihab dalam tafsir Al Qur’an Al Karim menyebutkan, secara prinsip Islam mengharamkan membicarakan sisi negatif orang lain tidak dihadapan yang bersangkutan, Namun, ada enam hal yang dikecualikan dari larangan diatas:
1. Mengadukan penganiayaan yang dialami seseorang pada pihak yang diduga dapat mengatasi penganiayaan tersebut.
2. Mengharapkan bantuan dari orang yang diduga dapat menyingkirkan kemunkaran yang dilakukan oleh yang berbuat keburukan tersebut.
3. Menyebut keburukan seseorang dalam rangka meminta penjelasan keagamaan (fatwa), seperti halnya Hindun, isteri Abu Sufyan, yang menanyakan kebolehan mengambil uang suaminya tanpa sepengatahuannya karena ia kaya namun tidak memberi biaya hidup yang wajar untuk isteri dann anak-anaknya.
4. Menyebutkan keburukan seseorang dengan tujuan memberi peringatan kepada orang lain agar tidak dirugikan oleh yang bersangkutan.
5. Membicarakan keburukan seseorang yang memang secara terang-terangan dan tanpa malu melakukan keburukan.
6. Mengidentifikasi seseorang, atau memberi ciri tertentu, yang tanpa hal tersebut yang bersangkutan tidak dikenal.
Itulah keenam hal yang dapat ditolerir oleh agama dalam konteks menyebut keburukan seseorang. (Sumber: Tafsir Al Qur’an, Kontemporer, Aam Amiruddin)
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam sangat memperhatikan masalah ghibah ini. Suatu hari Aisyah  pernah berkata kepada Rasulullah  tentang Shafiyyah bahwa dia adalah wanita yang pendek. Maka beliau  bersabda:Sungguh engkau telah berkata dengan suatu kalimat yang kalau seandainya dicampur dengan air laut niscaya akan merubah air laut itu.” (H.R. Abu Dawud )
Syaikh Salim bin Ied Al Hilali rahimahullah berkata: “Dapat merubah rasa dan aroma air laut, disebabkan betapa busuk dan kotornya perbutan ghibah. Hal ini menunjukkan suatu peringatan keras dari perbuatan tersebut.”
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:Tatkala Rabbku memi’rajkanku (menaikkan ke langit), aku melewati beberapa kaum yang memiliki kuku dari tembaga, dalam keadaan mereka mencabik-cabik wajah dan dada mereka dengan kukunya. Maka aku bertanya: ‘Siapakah mereka ini wahai Jibril?’ Dia menjawab: Mereka adalah orang-orang yang memakan daging (suka mengghibah) dan menjatuhkan kehormatan manusia’.” (HR. Ahmad)

Tidak ada komentar: