Dalam kehidupan sehari-hari, banyak waktu kita gunakan untuk
berbicara dengan sesama. Berbincang-bincang dengan kerabat tentu menyenangkan.
Disamping dapat menjalin hubungan, juga dapat saling menambah pengetahuan.
Namun, ada hal-hal yang patut
diperhatikan agar pembicaraan itu tidak melanggar kaidah-kaidah agama dan
mendatangkan dosa.
“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing
sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang”. (QS. Al Hujurat 49: 12)
Berdasarkan ayat Al Qur’an diatas, Allah SWT menyuruh agar
menjauhkan diri dari prasangka. Allah SWT melarang mencari-cari kesalahan orang
lain dan menggunjing. Dalam agama, menggunjing disebut ghibah. Perbanyaklah
taubat, boleh jadi kita telah berkali-kali melakukan hal yang terlarang itu.
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: Apakah kalian tahu apa yang dimaksud dengan ghibah?
Para sahabat menjawab: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui" beliau
bersabda: "Engkau menyebutkan sesuatu kejelekan yang ada pada
saudaramu". Para sahabat berkata:" Wahai Rasulullah bagaimana jika
apa yang dibicarakan tersebut ada padanya? Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: "Apabila apa yang ada padanya sesuai dengan apa yang
engkau bicarakan maka engkau telah mengghibahnya. Sedangkan apabila apa yang
ada padanya tidak sesuai dengan apa yang engkau katakan maka engkau telah berdusta
atasnya.” (H.R. Muslim, Abu Daud , Tirmidzi)
Membicarakan sisi negatif orang lain itu perlu benar-benar
dihindari.
"Dari Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya :
Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut ( pailit ) itu ? Maka mereka ( para
sahabat ) menjawab : Orang yang pailit di antara kita adalah orang yang tidak
mempunyai uang dan harta. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menerangkan : orang yang pailit dari ummatku adalah orang yang datang pada hari
kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakatnya, namun dia datang dan (dahulu
di dunianya) dia telah mencela si ini, menuduh (berzina) si itu, memakan harta
si ini, menumpahkan darah si itu dan telah memukul orang lain ( dengan tidak
hak ), maka si ini diberikan kepadanya kebaikan orang yang membawa banyak
pahala ini, dan si itu diberikan sedemikian juga, maka apabila kebaikannya
sudah habis sebelum dia melunasi segala dosanya ( kepada orang lain ), maka
kesalahan orang yang didzalimi di dunia itu dibebankan kepadanya, kemudian dia
dilemparkan ke api neraka. (HR. Muslim)
M. Quraish Shihab dalam tafsir Al Qur’an Al Karim
menyebutkan, secara prinsip Islam mengharamkan membicarakan sisi negatif orang
lain tidak dihadapan yang bersangkutan, Namun, ada enam hal yang dikecualikan
dari larangan diatas:
1. Mengadukan penganiayaan yang dialami seseorang pada pihak
yang diduga dapat mengatasi penganiayaan tersebut.
2. Mengharapkan bantuan dari orang yang diduga dapat
menyingkirkan kemunkaran yang dilakukan oleh yang berbuat keburukan tersebut.
3. Menyebut keburukan seseorang dalam rangka meminta
penjelasan keagamaan (fatwa), seperti halnya Hindun, isteri Abu Sufyan, yang
menanyakan kebolehan mengambil uang suaminya tanpa sepengatahuannya karena ia
kaya namun tidak memberi biaya hidup yang wajar untuk isteri dann anak-anaknya.
4. Menyebutkan keburukan seseorang dengan tujuan memberi
peringatan kepada orang lain agar tidak dirugikan oleh yang bersangkutan.
5. Membicarakan keburukan seseorang yang memang secara
terang-terangan dan tanpa malu melakukan keburukan.
6. Mengidentifikasi seseorang, atau memberi ciri tertentu,
yang tanpa hal tersebut yang bersangkutan tidak dikenal.
Itulah keenam hal yang dapat ditolerir oleh agama dalam
konteks menyebut keburukan seseorang. (Sumber: Tafsir Al Qur’an, Kontemporer,
Aam Amiruddin)
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam sangat memperhatikan
masalah ghibah ini. Suatu hari Aisyah pernah
berkata kepada Rasulullah tentang
Shafiyyah bahwa dia adalah wanita yang pendek. Maka beliau bersabda:“Sungguh engkau telah berkata dengan suatu kalimat yang kalau
seandainya dicampur dengan air laut niscaya akan merubah air laut itu.” (H.R.
Abu Dawud )
Syaikh Salim bin Ied Al Hilali rahimahullah berkata: “Dapat
merubah rasa dan aroma air laut, disebabkan betapa busuk dan kotornya perbutan
ghibah. Hal ini menunjukkan suatu peringatan keras dari perbuatan tersebut.”
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Tatkala Rabbku memi’rajkanku (menaikkan ke
langit), aku melewati beberapa kaum yang memiliki kuku dari tembaga, dalam
keadaan mereka mencabik-cabik wajah dan dada mereka dengan kukunya. Maka aku
bertanya: ‘Siapakah mereka ini wahai Jibril?’ Dia menjawab: ‘Mereka
adalah orang-orang yang memakan daging (suka mengghibah) dan menjatuhkan kehormatan
manusia’.” (HR. Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar