Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Minggu, Mei 20, 2012

Pengajaran Kemandirian Nabi Muhammad SAW

Dari Abu Hurairah ra, katanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda : Orang mukmin yang kuat (jasmani dan rohani) lebih disukai Allah daripada orang mukmin yang lemah. Namun begitu, keduanya sama-sama mempunyai kelebihan. Jagalah agar kamu selalu dalam situasi yang bermanfaat bagi dirimu, dan mohonlah selalu pertolongan kepada Allah  dan jangan bosan/malas. Jika engkau mendapat cobaan, jangan berkata ; seandainya ( tadi )aku berbuat begini dan begitu (tentu tidak akan begini jadinya). Tetapi ucapkanlah Allah Maha Kuasa dan berbuat sekehendak-Nya. Karena kata seandainya memberi peluang bagi setan. (HR.  Muslim)
Agama Islam sangat mendorong umatnya untuk mandiri. Kemandirian akan memberi peluang bagi seseorang dapat berbuat lebih baik dan lebih banyak. Ketergantungan kepada orang/pihak lain, membuat kehidupan tidak akan nyaman. Satu-satunya tempat bergantung hanya Allah SWT.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak hanya mengingatkan umatnya untuk mandiri, tetapi juga selalu mengaplikasikan kemandirian itu dalam kehidupan sehari-hari. Sekelumit kisah kemandirian Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam saya kutip dari “ Suara Hidayatullah, Edisi Januari 2012.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan umatnya untuk hidup mandiri. Kalau kita menelusuri jejak hidup beliau, akan kita temukan betapa beliau seorang yang sangat mandiri. Beliau tak segan mengerjakan pekerjaan kasar sebagaimana dikerjakan orang kebanyakan. Beliau sering menambal sendiri jubahnya, menjahit sepatunya, dan melakukan setumpuk pekerjaan rumah. Bagi beliau, pekerjaan kasar tidak mengurangi sedikitpun kemuliaannya sebagai Utusan Allah.
Suatu hari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat melakukan sebuah perjalanan dan perlu berkemah. Ketika hendak mengolah makanan, mereka berebut untuk ambil bagian.
Salah seorang Sahabat berkata:” Aku yang menyembelih kambingnya.” Yang lain menyahut:” Aku yang mengulitinya.” Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam tidak mau kalah. Beliau berkata :” Aku yang mencari kayu bakarnya.”
Mendengar inisiatif Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, para Sahabat kemudian berkata:” Biarkan kami saja yang mengerjakan semuanya. Lebih baik engkau beristirahat saja”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda:” Aku tahu, kalian pasti tidak menghendaki aku mengerjakan hal ini, tapi Allah tidak suka melihatku mendapatkan perlakuan istimewa seperti ini”. Setelah itu, beliau meninggalkan para Sahabat menuju padang pasir untuk mengumpulkan kayu bakar.
Bagi sebagian pemimpin, mengerjakan pekerjaan kasar seperti mencari kayu bakar akan dianggap hina, atau setidaknya mengurangi gengsi. Akan tetapi bagi Rasulullah saw, pekerjaan apapun yang dikerjakan secara jujur, profesional, dan bermanfaat untuk semua, maka pekerjaan itu adalah mulia. Kemuliaannya dan kehormatannya tidak berkurang sedikitpun hanya karena beliau mengerjakan pekerjaan kasar. Sebaliknya, beliau merasa bangga dan mulia jika bisa mengerjakan sendiri tugasnya, termasuk tugas kerumah-tanggaan.
Rasulullah saw juga pernah pergi ke pasar dan pulangnya membawa beberapa keranjang barang. Melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keberatan membawa barang-barangnya, para Sahabat berinisiatif membawakannya. Namun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam segera menolaknya. Beliau bersabda:” Kamilah pemilik barang ini, maka kamilah yang paling berhak membawanya.”
Kemandirian yang ditekankan syariat adalah kemauan untuk memenuhi kebutuhan  sendiri dengan bekerja keras agar terhindar dari sikap meminta-minta. Dalam ajaran Islam, meminta-minta adalah pekerjaan hina yang harus dijauhi, kecuali dalam keadaan sangat memaksa.
Islam tidak melarang kaum Muslim menerima pemberian orang lain, akan tetapi menjadi pemberi jauh lebih baik dan mulia. Kita semua dianjurkan untuk memberi dan menjadi “tangan di atas”.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Pekanbaru, Mei 2012

Tidak ada komentar: