Dari Abu
Hurairah ra, katanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : Orang mukmin yang kuat
(jasmani dan rohani) lebih disukai Allah daripada orang mukmin yang lemah.
Namun begitu, keduanya sama-sama mempunyai kelebihan. Jagalah agar kamu selalu
dalam situasi yang bermanfaat bagi dirimu, dan mohonlah selalu pertolongan
kepada Allah dan jangan bosan/malas.
Jika engkau mendapat cobaan, jangan berkata ; seandainya ( tadi )aku berbuat
begini dan begitu (tentu tidak akan begini jadinya). Tetapi ucapkanlah Allah
Maha Kuasa dan berbuat sekehendak-Nya. Karena kata seandainya memberi peluang
bagi setan. (HR. Muslim)
Agama Islam sangat mendorong umatnya untuk mandiri.
Kemandirian akan memberi peluang bagi seseorang dapat berbuat lebih baik dan
lebih banyak. Ketergantungan kepada orang/pihak lain, membuat kehidupan tidak
akan nyaman. Satu-satunya tempat bergantung hanya Allah SWT.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak hanya
mengingatkan umatnya untuk mandiri, tetapi juga selalu mengaplikasikan
kemandirian itu dalam kehidupan sehari-hari. Sekelumit kisah kemandirian Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam saya kutip dari “ Suara Hidayatullah,
Edisi Januari 2012.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan
umatnya untuk hidup mandiri. Kalau kita menelusuri jejak hidup beliau, akan
kita temukan betapa beliau seorang yang sangat mandiri. Beliau tak segan
mengerjakan pekerjaan kasar sebagaimana dikerjakan orang kebanyakan. Beliau
sering menambal sendiri jubahnya, menjahit sepatunya, dan melakukan setumpuk
pekerjaan rumah. Bagi beliau, pekerjaan kasar tidak mengurangi sedikitpun
kemuliaannya sebagai Utusan Allah.
Suatu hari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
Sahabat melakukan sebuah perjalanan dan perlu berkemah. Ketika hendak mengolah
makanan, mereka berebut untuk ambil bagian.
Salah seorang Sahabat berkata:” Aku yang menyembelih
kambingnya.” Yang lain menyahut:” Aku yang mengulitinya.” Rasulullah
Shallallahu ‘alahi wa sallam tidak mau kalah. Beliau berkata :” Aku yang
mencari kayu bakarnya.”
Mendengar inisiatif Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tersebut, para Sahabat kemudian berkata:” Biarkan kami saja yang mengerjakan
semuanya. Lebih baik engkau beristirahat saja”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda:”
Aku tahu, kalian pasti tidak menghendaki aku mengerjakan hal ini, tapi Allah
tidak suka melihatku mendapatkan perlakuan istimewa seperti ini”. Setelah itu,
beliau meninggalkan para Sahabat menuju padang pasir untuk mengumpulkan kayu
bakar.
Bagi sebagian pemimpin, mengerjakan pekerjaan kasar seperti
mencari kayu bakar akan dianggap hina, atau setidaknya mengurangi gengsi. Akan
tetapi bagi Rasulullah saw, pekerjaan apapun yang dikerjakan secara jujur,
profesional, dan bermanfaat untuk semua, maka pekerjaan itu adalah mulia. Kemuliaannya
dan kehormatannya tidak berkurang sedikitpun hanya karena beliau mengerjakan
pekerjaan kasar. Sebaliknya, beliau merasa bangga dan mulia jika bisa
mengerjakan sendiri tugasnya, termasuk tugas kerumah-tanggaan.
Rasulullah saw juga pernah pergi ke pasar dan pulangnya
membawa beberapa keranjang barang. Melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam keberatan membawa barang-barangnya, para Sahabat berinisiatif membawakannya.
Namun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam segera menolaknya. Beliau
bersabda:” Kamilah pemilik barang ini, maka kamilah yang paling berhak
membawanya.”
Kemandirian yang ditekankan syariat adalah kemauan untuk
memenuhi kebutuhan sendiri dengan
bekerja keras agar terhindar dari sikap meminta-minta. Dalam ajaran Islam,
meminta-minta adalah pekerjaan hina yang harus dijauhi, kecuali dalam keadaan
sangat memaksa.
Islam tidak melarang kaum Muslim menerima pemberian orang
lain, akan tetapi menjadi pemberi jauh lebih baik dan mulia. Kita semua
dianjurkan untuk memberi dan menjadi “tangan di atas”.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Pekanbaru, Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar