Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia mengatakan yang
baik atau diam. (HR. Bukhari-Muslim)
Menjaga ucapan itu memang perlu. Kita tentu tidak ingin dalam
hidup ini banyak masalah. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah
senantiasa menjaga ucapan. Ucapan yang baik, akan berdampak baik pula.
Sebaliknya ucapan buruk, dapat pula menimbulkan hal-hal buruk.
Cobalah cermati kondisi disekeliling kita. Berapa banyak
masalah timbul berawal dari ucapan. Berapa banyak perselisihan terjadi karena
salah paham. Kesalah-pahaman timbul dari ucapan. Kesulitan datang, dari ucapan
yang tak terjaga berujung dengan penyesalan.
Yang paling banyak
menjerumuskan manusia kedalam neraka adalah mulut dan kemaluan. (HR.
At-Turmudzi)
Banyak juga terjadi, hubungan baik terjalin berawal dari
ucapan. Saling menjaga ucapan, membuat suasana terasa nyaman. Jadi,
mengeluarkan ucapan yang menimbulkan perselisihan dan permusuhan, bukanlah
perilaku seorang muslim. Perilaku seorang muslim sesuai dengan tuntunan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengatakan yang baik atau diam.
Satu hal mendasar yang perlu dipahami sungguh-sungguh, bahwa
yang baik itu adalah baik menurut Al Qur’an dan sunnah.
KH. Abdullah Gymnastiar dalam bukunya “ Mengatasi Penyakit
HatI” menceritakan tentang pentingnya menjaga lidah. Diceritakan, suatu hari
ada seorang shalih diminta untuk memasak sesuatu yang enak oleh pemimpinnya.
Orang itupun menuruti semua keinginan pemimpin tersebut lalu segera
mengantarkan langsung kepadanya. Ternyata makanan tersebut sangat disukai
pemimpinnya karena rasanya sangat nikmat. Maka pemimpin itu bertanhya kepadanya
tentang bahan makanan tersebut. Orang shalih itu mengatakan bahwa makanan
tersebutterbuat dari lidah.
Kemudian, pemimpin itu menyuruhnya kembali untuk membuat
makanan yang tidak enak. Dia pun kembali kerumah dan mulai menyiapkan semua
bahan yang dibutuhkan untuk memasak dan dengan segera mengantarkannya pada
pemimpin begitu masakan itu selesai. Dan ternyata, makanan tersebut dirasakan
sangat tidak enak.
Pemimpin itu lalu bertanya kembali kepada orang shalih
tersebut tentang bahan makanan yang dibuatnya. Jawaban orang shalih itu sama,
bahan makanan tersebut terbuat dari lidah.
(Pekanbaru, Oktober 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar