Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Minggu, November 18, 2012

Hubungan Iman Dan Menjaga Ucapan

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam. (HR. Bukhari-Muslim)
Menjaga ucapan itu memang perlu. Kita tentu tidak ingin dalam hidup ini banyak masalah. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah senantiasa menjaga ucapan. Ucapan yang baik, akan berdampak baik pula. Sebaliknya ucapan buruk, dapat pula menimbulkan hal-hal buruk.

Cobalah cermati kondisi disekeliling kita. Berapa banyak masalah timbul berawal dari ucapan. Berapa banyak perselisihan terjadi karena salah paham. Kesalah-pahaman timbul dari ucapan. Kesulitan datang, dari ucapan yang tak terjaga berujung dengan penyesalan.
Yang paling banyak menjerumuskan manusia kedalam neraka adalah mulut dan kemaluan. (HR. At-Turmudzi)
Banyak juga terjadi, hubungan baik terjalin berawal dari ucapan. Saling menjaga ucapan, membuat suasana terasa nyaman. Jadi, mengeluarkan ucapan yang menimbulkan perselisihan dan permusuhan, bukanlah perilaku seorang muslim. Perilaku seorang muslim sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengatakan yang baik atau diam.
Satu hal mendasar yang perlu dipahami sungguh-sungguh, bahwa yang baik itu adalah baik menurut Al Qur’an dan sunnah.
KH. Abdullah Gymnastiar dalam bukunya “ Mengatasi Penyakit HatI” menceritakan tentang pentingnya menjaga lidah. Diceritakan, suatu hari ada seorang shalih diminta untuk memasak sesuatu yang enak oleh pemimpinnya. Orang itupun menuruti semua keinginan pemimpin tersebut lalu segera mengantarkan langsung kepadanya. Ternyata makanan tersebut sangat disukai pemimpinnya karena rasanya sangat nikmat. Maka pemimpin itu bertanhya kepadanya tentang bahan makanan tersebut. Orang shalih itu mengatakan bahwa makanan tersebutterbuat dari lidah.
Kemudian, pemimpin itu menyuruhnya kembali untuk membuat makanan yang tidak enak. Dia pun kembali kerumah dan mulai menyiapkan semua bahan yang dibutuhkan untuk memasak dan dengan segera mengantarkannya pada pemimpin begitu masakan itu selesai. Dan ternyata, makanan tersebut dirasakan sangat tidak enak.
Pemimpin itu lalu bertanya kembali kepada orang shalih tersebut tentang bahan makanan yang dibuatnya. Jawaban orang shalih itu sama, bahan makanan tersebut terbuat dari lidah.
(Pekanbaru, Oktober 2012)

Tidak ada komentar: