Iman kepada taqdir patut kita pahami dengan baik. Dengan
pemahaman yang baik tentang iman kepada taqdir, kita dapat mensikapi berbagai
kejadian yang menimpa diri dan keluarga sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan
sunnah. Suatu sikap yang dapat mendatangkan ridha Allah SWT. Suatu keyakinan yang memberi kenyamanan dalam
mejalani kehidupan.
Syeikh Doktor Sholeh Bin Fauzan Bin ‘Abdullah Al-Fauzan dalam
Prinsip-Prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah, menjelaskan bahwa iman kepada taqdir
itu yakni beriman bahwasanya Allah itu
mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan
menulisnya dalam lauhul mahfudz; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi,
baik maupun buruk, kafir, iman, ta’at, ma’shiat, itu telah dikehendaki,
ditentukan dan di ciptakan-Nya; bahwasanya Allah itu mencintai keta’atan dan
membenci kema’shiyatan.
Sedang hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak dan
kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang megantarkan mereka pada
keta’atan atau ma’shiyat, akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak
Allah.
Berbeda dengan pendapat golongan Jabariyah yang mengatakan
bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan
kemampuan. Sebaliknya golongan Qodariyah mengatakan bahwasanya hamba itu
memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwasanya dialah yang menciptakan
pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak hamba itu terlepas dari kemauan dan
kehendak Allah.
Allah benar-benar telah membantah kedua pendapat diatas
dengan firman-Nya :
Dan kamu tidak bisa
berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya. (QS. At-Takwir 29)
(Pekanbaru, Oktober 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar