Salah satu ketentuan yang perlu diperhatikan ketika shalat,
adalah kiblat. Kiblat merupakan arah shalat umat Islam. Disamping wajib
menghadap kiblat ketika shalat, ada juga kemudahan-kemudahan pada kondisi
tertentu. Ini membuktikan, bahwa pelaksanaan ibadah didalam Islam, tidaklah
menyulitkan.
Muhammad Nashirudiin Al-Albani dalam bukunya “Sifat Shalat
Nabi SAW” menjelaskan tentang kiblat berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah :
Bila engkau berdiri
untuk shalat, sempurnakanlah wudhu’mu, kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu bertaqbirlah.
(HR. Bukhari, Muslim, Siraj)
Ketika Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bepergian, beliau biasa melakukan shalat sunnah
diatas hewan tunggangannya. Beliau juga melakukan witir diatas kendaraannya dan
menghadap kearah hewan tersebut menghadap (ketimur atau kebarat). (HR. Bukhari,
Muslim, Siraj)
Tentang ini telah turun pula firman Allah dalam QS.
Al-Baqarah 2: 115 :
...Kemana saja kamu
menghadapkan muka, disana ada wajah Allah...
Rasulullah terkadang
melakukan shalat sunnah diatas hewan tunggangannya dengan menghadapkannya lebih
dahulu ke arah kiblat, lalu beliau bertakbir, kemudian shalat dengan menghadap
kearah hewan tunggangannya menghadap.(HR. Abu Dawud, Ibnu Hibban, Adh-Dhiya’)
Beliau biasa ruku’ dan
sujud diatas hewan tunggangannya dengan menggerakkan kepalanya sehingga ketika
sujud kepalanya lebih merunduk dibanding dengan ketika ruku’.(HR. Ahmad, Tirmidzi)
Apabila beliau hendak
melakukan shalat fardhu, beliau turun lebih dahulu dari hewan tunggangannya,
lalu beliau menghadap kiblat.(HR. Bukhari, Ahmad)
Untuk shalat khauf beliau memberi contoh kepada umatnya
supaya melakukan shalat dengan berjalan kaki atau berkendaraan dengan menghadap
kiblat atau tanpa menghadap kiblat. (HR. Bukhari, Muslim).
Apabila perang telah
berkecamuk, cukuplah kalian mengucapkan takbir dan menggerakkan kepala.(HR.
Baihaqi dengan sanad Bukhari-Muslim)
Antara timur dan barat
adalah kiblat. (HR.Tirmidzi, Hakim)
Jabir berkata: Kami
pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan
atau dalam suatu pasukan tempur dan kami diselimuti mendung yang gelap sehingga
kami bingung dan tidak mengetahui lagi arah kiblat. Setiap orang dari kami
mengikuti pendapat masing-masing. Seseorang diantara kami membuat garis
didepannya supaya tahu kemana arah kami ketika shalat. Ketika tiba waktu pagi
kami melihat garis yang dibuat semalam. Ternyata kami shalat tidak menghadap
kiblat. Kejadian ini kami sampaikan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(tetapi ternyata beliau tidak menyuruh kami mengulang shalat), bahkan
sabdanya;(shalat kamu sekalian sudah benar). (HR. Daraquthni, Hakim, Baihaqi)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat menghadap
Baitul Maqdis (sedangkan arah ka’bah ada didepan beliau), hal ini terjadi
sebelum turunnya firman Allah :
Kami telah melihat kamu
menengadahkan kepala kamu kearah langit. Kami palingkan kamu kearah kiblat yang
kamu inginkan. Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu ke sebagian arah Masjidil
Haram. (QS. Al-Baqarah 2: 144)
Setelah ayat ini turun beliau shalat menghadap Ka’bah. Pada
waktu shalat subuh kaum muslim yang tinggal di Quba kedatangan seorang utusan
Rasulullah untuk menyampaikan berita, ujarnya: “Sesungguhnya semalam Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendapat wahyu. Beliau disuruh menghadap
ka’bah. Oleh karena itu, (hendaklah) kalian menghadap kesana”. Pada saat itu
mereka tengah menghadap ke Syam (Baitul Maqdis). Mereka lalu berputar (imam
mereka memutar haluan sehingga mengimami mereka dengan menghadap kiblat. (HR.
Bukhari, Muslim, Ahmad-Siraj, Thabrani, Ibnu Sa’ad). (Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, Sifat Shalat Nabi SAW)
(Pekanbaru, Desember 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar