Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Kamis, Februari 07, 2013

Kewajiban Memasang Pembatas (Sutrah)


Sekiranya orang yang lewat di depan orang yang shalat tahu betapa besar dosanya, ia lebih baik berdiri selama 40 (tahun) didepan orang itu daripada melaluinya. (HR. Bukhari-Muslim)
Jika kita amati, masih banyak umat Islam mengambil posisi ditengah atau dibelakang ketika melakukan shalat didalam masjid atau mushalla. Hal ini tentu menyulitkan bagi orang-orang yang akan memasuki atau keluar masjid atau mushalla tersebut. Untuk itu, sebaiknya jika melaksanakan shalat di masjid, mushalla atau tempat shalat lainnya, hendaklah mengambil posisi didepan dekat dinding,  dibelakang tiang atau memasang sutrah (pembatas).

Sebagai panduan, Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam bukunya “Sifat Shalat Nabi SAW” menulis beberapa hadits tentang kewajiban memasang sutrah (pembatas).
Janganlah kamu shalat tanpa memasang sutrah dan janganlah engkau membiarkan seseorang lewat dihadapan kamu (tanpa engkau cegah). Jika dia memaksa terus lewat didepanmu, bunuhlah dia karena dia ditemani oleh setan. {HR. Ibnu Khuzaimah dengan sanad jayyid (baik)}
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri shalat dekat sutrah (pembatas) yang jarak antara beliau dengan pembatas didepannya 3 hasta. (HR. Bukhari-Ahmad)
Jarak antara tempat sujud dengan pembatas tersebut kurang lebih cukup untuk dilewati seekor anak kambing.(HR. Bukhari-Muslim)
Bila seseorang diantara kamu shalat menghadap sutrah, hendaklah dia mendekati sutrahnya sehingga setan tidak dapat memutus shalatnya. (HR. Abu Dawud-Al-Bazzar-Hakim)
Terkadang beliau memilih didekat tiang yang terdapat didalam masjidnya.(X)
Bila beliau shalat (ditempat terbuka yang tidak sesuatupun menutupinya), beliau menancapkan tombak didepannya, lalu shalat menghadap tombak tersebut, sedang para sahabat bermakmum dibelakangnya. (HR. Bukhari-Muslim-Ibnu Majah)
Terkadang beliau mengambil pelana, lalu meletakkannya didepan beliau, kemudian beliau shalat menghadap kearahnya. (HR. Muslim-Ibnu Khuzaimah-Ahmad)
Jika seseorang diantara kamu telah meletakkan tiang setinggi pelana, shalatlah dengan tidak perlu menghiraukan orang yang lewat disebelah tiang tersebut. (HR. Muslim-Abu Dawud)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membiarkan apa pun lewat didepan sutrahnya.
Suatu ketika pernah seekor anak kambing melintas didepan beliau sedang shalat, lalu beliau maju mendahuluinya sampai perutnya menempel dinding (sehingga anak kambing tersebut lewat dibelakang beliau). (HR. Ibnu Khuzaimah-Thabarani-Hakim)
Beliau pernah melakukan shalat wajib dengan menggenggam tangannya. Ketika selesai shalat para sahabat bertanya:” Wahai Rasulullah, apakah ada sesuatu yang baru dalam shalat? Sabdanya; “
Tidak, tetapi sesungguhnya setan hendak lewat dihadapanku, lalu aku cekik sampai tanganku merasakan mulutnya yang dingin. Demi Allah, seandainya saudaraku Nabi Sulaiman tidak mendahului aku, niscaya akan aku ikat setan itu disalah satu tiang masjid ini supaya bisa dilihat oleh anak-anak penduduk Madinah. (Oleh karena itu, siapa saja dapat memasang sutrah dihadapannya sehingga orang lain tidak dapat melewatinya, lakukanlah!). (HR. Ahmad-Daraquthni-Thabarani dengan sanad shahih)
Bila seseorang di antara kamu shalat menghadap sesuatu yang dapat menghalangi orang lain untuk lewat, kemudian ada orang yang hendak melanggarnya, hendaklah ia kamu tolak sejauh kemampuanmu sebanyak 2 kali. Jika dia bersikeras melakukannya, hendaklah ia bunuh (orang itu) karena orang seperti itu adalah setan. (HR. Bukhari-Muslim-Ibnu Khuzaimah)
(X). Sutrah dalam shalat menjadi keharusan imam dan orang yang shalat sendirian, sekalipun di masjid besar. Demikianlah pendapat Ibnu Hani’ dalam kitab Masa’il, dari Imam Ahmad. Ujarnya:” Pada suatu hari saya shalat tanpa memasang sutrah di depan saya, padahal saya melakukan shalat didalam masjid Jami’. Imam Ahmad melihat kejadian ini, lalu berkata kepada saya:” Pasanglah sesuatu sebagai sutrahmu!”. Aku memasang orang untuk menjadi sutrah.
Komentar saya (Al-Albani): Kejadian ini merupakan isyarat dari Imam Ahmad bahwa orang yang shalat di masjid besar atau masjid kecil tetap berkewajiban memasang sutrah didepannya. Pendapat inilah yang benar, namun kebanyakan orang yang shalat di masjid-masjid besar atau yang lainnya disemua negeri mengabaikan hal ini, termasuk orang-orang Saudi yang saya lihat ketika pertama kali saya berkesempatan thawaf di Masjidil Haram pada bulan Rajab tahun 1410 Hijriah. Hendaknya para ulama mengingatkan umat tentang hal ini dan menjelaskan kepada mereka hukum memasang sutrah. Kewajiban ini juga berlaku di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
(Sumber: Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Sifat Shalat Nabi SAW)



Tidak ada komentar: