Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Minggu, Februari 17, 2013

Sifat Ahli Surga

Dan bersegeralah kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. ( Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS.  Ali Imran 3: 133-134)
Didalam Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, bahwa Allah Ta’ala menceritakan sifat ahli surga. Dia berfirman, Orang-orang yang menginfakkan hartanya, baik diwaktu lapang maupun sempit yakni pada saat sulit dan lapang, saat giat dan malas, saat sehat dan sakit, dan dalam segala hal dan keadaan. Allah Ta’ala berfirman, Orang-orang yang menginfakkan hartanya pada malam dan siang hari, secara rahasia maupun terang-terangan. Maksud ayat ialah bahwa mereka tidak dilalaikan oleh perkara apapun untuk menaati Allah Ta’ala dan berinfak untuk memperoleh ridha-Nya.

Firman Allah,”Yang menahan marah dan yang memaafkan manusia”. Yakni, bila mereka marah, maka mereka menahannya, dalam arti menyembunyikannya sehingga orang lain tidak mengetahuinya. Disamping itu, apabila orang lain berbuat buruk terhadapnya, maka dia memaafkannya.
Dalam beberapa atsar dikatakan sebagai berikut. Allah Ta’ala berfirman,” Wahai manusia, ingatlah kepada-Ku jika kamu marah, maka Aku akan mengingatmu bila Aku murka sehingga Aku tidak akan membinasakanmu sebagai orang yang Ku binasakan”. (HR. Ibnu Abi Hatim)
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
Orang yang kuat pemberani bukanlah yang dapat menaklukkan musuh dalam gulat, namun orang yang dapat mengendalikan nafsunya ketika dia marah. (HR. Ahmad)
Imam Ahmad meriwayatkan dari Haritsah bin Qudamah as-Sa’di bahwa dia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, ajarilah aku sebuah ungkapan bermanfaat bagiku, dan singkatkanlah ungkapan itu supaya aku dapat memeliharanya”.  Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Kamu jangan marah”. Kemudian Haritsah mengajukan pertanyaan lagi kepada beliau beberapa kali dan dijawab dengan jawaban yang sama pula, yaitu,” Janganlah kamu marah”.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Athiyah bin Sa’ad as-Sa’di, dia pernah bersama Nabi, dia berkata bahwa: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kemarahan itu dari setan dan sesungguhnya setan itu diciptakan dari api. Sesungguhnya api itu hanya dapat dipadamkan dengan air. Jadi, jika salah seorang di antara kamu marah, maka berwudhulah”. Demikian pula keterangan yang diriwayatkan oleh Abu Daud.
Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a sehubungan dengan firman Allah “ Dan orang-orang yang menahan marah”. Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘ Barangsiapa yang menahan marah, sedang dia kuasa menumpahkannya, maka Allah akan memenuhi dirinya dengan keselamatan dan keimanan”.
Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda , “ Tiada penahanan seorang hamba yang lebih utama pahalanya selain penahanan atas kemarahan. Dia menahannya karena mencari keridhaan Allah”.
Firman Allah Ta’ala “Yang memaafkan manusia”, yakni mereka memaafkan orang yang menzaliminya sehingga di dalam dirinya tiada niatnya untuk membalas dendam pada seorangpun. Ini merupakan perilaku yang paling utama. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman, “ Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan”. Ini merupakan salah satu maqam ihsan. Dalam sebuah hadits dikatakan,” Ada tiga perkara yang tidak merugi: harta tidak akan berkurang karena disedekahkan, semakin bertambah maaf itu diberikan Allah, bertambah mulialah Dia, dan barangsiapa yang tawadhu karena Allah, maka Allah akan meninggikan derajatnya”.
Al-Hakim meriwayatkan dalam mustadraknya, sebuah hadits dari Musa bin Uqbah dengan sanadnya dari Ubadah bin Shamit, dari Ubai bin Ka’ab, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Barangsiapa yang berambisi untuk memiliki kepribadian yang mulia dan derajat yang tinggi, maka hendaklah dia memaafkan orang yang menzaliminya, memberi kepada orang yang tidak suka memberi kepadanya, dan menghubungkan tali silaturrahmi kepada orang yang memutuskan hubungan dengannya”. Kemudian Hakim mengatakan bahwa hadits ini sahih karena mengikuti syarat syaikhani, meskipun keduanya tidak meriwayatkan hadits itu. (Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i)
(Pekanbaru, Desember 2012)



Tidak ada komentar: