Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Kamis, Maret 21, 2013

Berdalil Mengikuti Al-Qur'an Dan Atau Sunnah Rasulullah SAW

Diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah bahwa dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan atau Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik secara lahir maupun bathin dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun Anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti al-khulafaur rasyidin sebagaimana wasiat Rasulullah dalam sabdanya:
Berpegang teguhnya kamu kepada sunnahku dan sunnah khulafaur-rasyidiin yang mendapat petunjuk.

Dan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah tidak mendahulukan perkataan siapapun terhadap firman Allah dan sabda rasulullah. Oleh karena itu mereka dinamakan Ahlul Kitab Was Sunnah. Setelah mengambil dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah, mereka mengambil apa-apa yang telah disepakati ulama umat ini. Inilah yang disebut dasar ketiga yang selalu dijadikan sandaran setelah dua dasar yang pertama; yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah. Segala hal yang diperselisihkan manusia selalu dikembalikan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Allah telah berfirman:
Maka jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman pada Allah dan hari akhir, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa 4: 59)
Ahlus Sunnah tidak meyakini adanya kemak’shuman seseorang selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka tidak berta’ashub pada suatu pendapat sampai pendapat tersebut bersesuaian dengan Al-Kitab dan As-Sunnah. Mereka meyakini, bahwa mujtahid itu bisa salah dan benar dalam ijtihatnya. Mereka tidak boleh berijtihat sembarangan kecuali siapa yang telah memenuhi persyaratan tertentu menurut ahlul ‘ilmi.
Perbedaan-perbedaan diantara mereka dalam masalah ijtihat tidak boleh mengharuskan adanya permusuhan dan saling memutuskan hubungan diantara mereka, sebagaimana dilakukan orang-orang yang ta’ashub dan ahlul bid’ah. Sungguh mereka tetap mentolerir perbedaan yang layak (wajar), bahkan mereka tetap saling mencintai dan berwali satu sama lain; sebagian mereka tetap shalat dibelakang sebagian yang lain betapapun adanya perbedaan masalah far’i (cabang) diantara mereka. Sedang ahlul bid’ah saling memusuhi, mengkafirkan dan menghukumi sesat kepada setiap orang yang menyimpang dari golongan mereka.
(Sumber: Prinsip-Prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Syeikh Doktor Sholeh Bin Fauzan Bin ‘Abdullah Al-Fauzan)

Tidak ada komentar: