Diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah
bahwa dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan
atau Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik secara lahir maupun
bathin dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum
Muhajirin maupun Anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti al-khulafaur
rasyidin sebagaimana wasiat Rasulullah dalam sabdanya:
Berpegang teguhnya kamu
kepada sunnahku dan sunnah khulafaur-rasyidiin yang mendapat petunjuk.
Dan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah tidak mendahulukan perkataan
siapapun terhadap firman Allah dan sabda rasulullah. Oleh karena itu mereka
dinamakan Ahlul Kitab Was Sunnah. Setelah mengambil dasar Al-Qur’an dan
As-Sunnah, mereka mengambil apa-apa yang telah disepakati ulama umat ini.
Inilah yang disebut dasar ketiga yang selalu dijadikan sandaran setelah dua
dasar yang pertama; yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah. Segala hal yang
diperselisihkan manusia selalu dikembalikan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah.
Allah telah berfirman:
Maka jika kalian
berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan rasul-Nya jika
kamu benar-benar beriman pada Allah dan hari akhir, yang demikian itu adalah
lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa 4: 59)
Ahlus Sunnah tidak meyakini adanya kemak’shuman seseorang
selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka tidak berta’ashub
pada suatu pendapat sampai pendapat tersebut bersesuaian dengan Al-Kitab dan
As-Sunnah. Mereka meyakini, bahwa mujtahid itu bisa salah dan benar dalam
ijtihatnya. Mereka tidak boleh berijtihat sembarangan kecuali siapa yang telah
memenuhi persyaratan tertentu menurut ahlul ‘ilmi.
Perbedaan-perbedaan diantara mereka dalam masalah ijtihat
tidak boleh mengharuskan adanya permusuhan dan saling memutuskan hubungan
diantara mereka, sebagaimana dilakukan orang-orang yang ta’ashub dan ahlul
bid’ah. Sungguh mereka tetap mentolerir perbedaan yang layak (wajar), bahkan
mereka tetap saling mencintai dan berwali satu sama lain; sebagian mereka tetap
shalat dibelakang sebagian yang lain betapapun adanya perbedaan masalah far’i
(cabang) diantara mereka. Sedang ahlul bid’ah saling memusuhi, mengkafirkan dan
menghukumi sesat kepada setiap orang yang menyimpang dari golongan mereka.
(Sumber: Prinsip-Prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah,
Syeikh Doktor Sholeh Bin Fauzan Bin ‘Abdullah Al-Fauzan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar