Sebagian besar dari kita pernah mengalami sakit. Bahkan,
sekarang inipun ada sebagian dari kita sedang sakit. Ada baiknya kita memiliki
pemahaman tentang bagaimana mensikapi kondisi tersebut sehingga terhindar dari
perilaku yang tidak sesuai dengan tuntunan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam buku Tuntunan Lengkap
Mengurus Jenazah memberi penjelasan tentang hal-hal yang diwajibkan atas
orang-orang sakit. Dijelaskan, bahwa bagi orang yang sedang sakit, hendaknya ia
rela dengan apa yang telah menjadi ketentuan Allah SWT. Ia juga harus berlaku
sabar atas apa yang telah ditakdirkan-Nya, dan hendaknya berbaik sangka
terhadap Rabb-nya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sungguh mengagumkan
perkara orang mukmin karena semua urusan nya adalah baik, dan hal itu tidak
dimiliki seorang pun kecuali hanya orang mukmin. Jika ia ditimpa kebaikan
kemudian bersyukur, maka itu kebaikan untuknya. Dan bila ia ditimpa keburukan
kemudian bersabar, maka itu pun kebaikan baginya.(HR. Muslim, al-Baihaqi dan
Ahmad)
Janganlah salah seorang
diantara kalian mati kecuali berbaik sangka terhadap Allah Ta’ala.(Hr. Muslim,
al-Baihaqi, dan Ahmad)
Orang yang tengah sakit hendaknya selalu dalam kondisi antara
takut dan penuh pengharapan (harap-harap cemas). Merasa takut akan azab Allah
akibat dosa yang dilakukannya dan mengharap akan rakhmat-Nya. Sikap seperti ini
berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diberitakan
Anas r.a :
Suatu ketika Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang menengok seorang pemuda yang tengah
menghadapi kematian, maka beliau bertanya, “ Bagaimana engkau dapati dirimu?
Pemuda itu menjawab, “ Demi Allah, wahai Rasulullah, saya ini dalam keadaan
yang sangat mengharap rahmat Allah, dan merasa sangat takut akan (beban)
dosa-dosaku. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda : “
Tidaklah kedua perasaan yang demikian itu menyatu dalam hati seorang hamba
dalam keadaan yang demikian kecuali pastilah Allah akan menganugerahinya apa
yang dimintanya dan menenteramkannya dari rasa takutnya.(HR. Tirmidzi, Ibnu
Majah, Abdullah Ibnu Ahmad dan Ibnu Abid Dunia)
Bagaimanapun parah sakitnya, seseorang dilarang untuk
mengharapkan kematian. Ummu Fadhl r.a berkata,” Suatu ketika Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang menjenguk, lalu mendapatkan Abbas, paman
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah mengeluh sehingga mengharap
kematian, maka rasul pun berkata kepadanya:
Wahai Paman, janganlah
engkau (sekali-kali) menginginkan kematian. Karena bila engkau seorang yang
banyak berbuat kebaikan, lalu diundurkan kematianmu, engkau akan semakin
menambah kebaikan, dan itu lebih baik bagimu. Dan bila engkau banyak berbuat
keburukan lalu diundurkan ajalmu, dan kemudian engkau bertobat dari
dosa-dosamu, maka yang demikian adalah lebih baik bagimu. Oleh karena itu,
janganlah engkau menginginkan kematian.
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Hakim dan dikatakan, “ Hadits
ini sahih sesuai persyaratan Syaikhain
(Bukhari dan Muslim) dan telah disepakati oleh adz-Dzahabi”. Padahal,
sesungguhnya hanyalah sesuai dengan persyaratan Bukhari. Terbukti telah
dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim serta al-Baihaqi dan lainnya dari hadits
Anas bin Malik r.a secara marfu’ sanadnya. Didalam riwayat tersebut disebutkan
sebagai berikut, “ Dan apabila harus engkau lakukan (yakni mengharap mati),
maka hendaknya ia berucap, “ Ya Allah,
hidupkanlah hamba bila hidup itu lebih baik untukku, dan matikanlah hamba bila mati itu lebih baik untukku”.
Apabila ada kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan
hendaklah ia segera tunaikan kepada pemilik-pemiliknya bila hal itu mudah
dilakukan. Namun bila tidak, hendaknya ia berwasiat mengenai hal itu.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
Barangsiapa yang
terdapat padanya kezaliman terhadap saudaranya berupa kehormatan atau hartanya,
maka hendaknya ia mengembalikannya sebelum tiba hari kiamat, dimana tidak
berlaku lagi dinar atau dirham. Bila ia memiliki amal kebaikan (amal saleh)
maka akan diambil darinya dan diberikan kepada yang berhak, namun bila tak
memiliki amal saleh, maka akan diambil keburukan si pemilik hak dan dibebankan
tanggung jawabnya kepadanya. (HR. Bukhari dan al-Baihaqi).
Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
Tahukah kalian,
siapakah orang yang pailit (bangkrut) itu? Para sahabat menjawab, “ Orang yang
pailit adalah yang tidak memiliki uang ataupun benda diantara kita”. Rasulullah
bersabda.” Sesungguhnya orang yang pailit dari umatku adalah orang yang datang
pada hari kiamat dengan membawa pahala
shalatnya, puasanya, dan zakatnya. Namun ia mencaci, menuduh, memakan harta,
menumpahkan darah, dan telah memukul (menyakiti) orang lain, maka ia diberi
kebaikan-kebaikannya. Dan bila kebaikannya telah habis sebelum melunasi
kewajibannya, maka diambillah keburukan-keburukan mereka lalu dibebankan
kepadanya, lalu ia dilemparkan kedalam neraka. (HR. Muslim)
(Sumber: Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah, M
Nashiruddin Al-Albani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar