Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Kamis, Mei 30, 2013

Ketentuan Haji Anak Dibawah Umur


Haji anak dibawah umur, baik laki-laki maupun wanita, adalah sah. Ini berdasarkan hadits yang terdapat dalam shahih Muslim:
Dari Ibnu ‘Abbas r.a, bahwasanya ada seorang wanita mengangkat anak kecil kehadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya, apakah anak ini mendapat (pahala) haji? Beliau menjawab:” Ya, dan kamupun mendapat pahala”.
Di dalam shahih al-Bukhari:
Dari as-Sa’ib bin Yazid, ia berkata, aku diajak melakukan haji bersama-sama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang saat itu aku berumur tujuh tahun”.

Hanya saja haji anak kecil dibawah umur itu, baik lelaki maupun perempuan, tidak menjadikannya terlepas dari kewajiban haji yang merupakan salah satu rukun Islam bagi seorang muslim yang mukallaf. Demikian halnya hamba sahaya, baik lelaki maupun perempuan, haji mereka sah, akan tetapi hajinya itu tidak menjadikannya terlepas dari kewajiban haji jika kelak mereka merdeka. Ini berdasarkan hadits shahih dari Ibnu ‘Abbas:
Dari hadits Ibnu ‘Abbas r.a bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Anak kecil manapun yang melakukan haji, kemudian ia mencapai umur baligh, maka wajib baginya melakukan haji lagi. Juga hamba sahaya manapun, laki-laki atau perempuan, melakukan haji kemudian dimerdekakan, maka wajib baginya melakukan haji lagi”. (HR. Ibnu Syaibah dan al-Baihaqi dengan sanad yang hasan atau baik)
Selanjutnya, jika anak lelaki kecil itu dibawah umur mumayyiz, maka walinyalah yang meniatkan ihram untuknya. Dia lah yang menanggalkan pakaian berjahitnya dan ber-talbiyah dengan diniatkan untuknya. Dengan itu, anak lelaki kecil itu telah berihram. Ia harus dicegah melakukan apa yang menjadi larangan bagi orang dewasa yang sedang berihram. Demikian halnya akan perempuan kecil dibawah umur mumayyizah, walinyalah yang meniatkan ihram dan ber-talbiyah untuknya. Dengan demikian anak perempuan kecil telah berihram. Ia pun harus dicegah melakukan apa yang menjadi larangan bagi wanita dewasa yang sedang berihram. Anak kecil tadi, baik lelaki maupun perempuan, haruslah berbadan dan berpakaian suci saat melakukan thawaf, karena thawaf itu menyerupai shalat, sedang bersuci adalah syarat sahnya shalat.
Jika anak kecil itu, baik lelaki maupun perempuan, sudah mencapai umur mumayyiz, maka ia berihram atas izin walinya. Ia, saat hendak berihram, harus melakukan apa yang harus dilakukan orang dewasa yang hendak berihram; seperti mandi, memakai wangi-wangian ditubuh dan semacamnya. Dalam hal ini, walinyalah, baik itu ayah atau ibunya atau yang lainnya, yang mengatur dan mengurusi keperluan ihram anak itu. Dan, wali itu pula yang harus mengerjakan amalan yang tidak dapat dilakukan anak kecil itu seperti melempar jumrah atau semacamnya, dengan di niatkan untuk anak tersebut. Hal-hal lain seperti wukuf di Arafah, mabit (menginap) di Mina dan Musdalifah, harus dilakukan oleh si anak itu sendiri. Thawaf dan sa’i, jika ia tidak mampu melakukannya, harus dipanggul untuk melakukan thawaf dan sa’i nya tersebut. Yang afdhal bagi pemanggul, hendaknya tidak meniatkan thawaf dan sa’i untuk dirinya dan anak itu sekaligus, tetapi saat memanggul, ia harus meniatkan thawaf dan sa’i untuk anak itu saja, setelah itu ia mengerjakan thawaf dan sa’i untuk dirinya sendiri. Hal ini untuk kehati-hatian dalam ibadah dan sebagai pengamalan hadits:
Tinggalkan apa yang meragukan kamu dan lakukan apa yang tidak meragukan kamu.
Namun, seandainya si pemanggul anak itu meniatkan thawaf untuk dirinya sendiri dan untuk anak yang dipanggulnya sekaligus, ini pun sudah sah menurut hukum. Dan ini adalah pendapat yang lebih shahih, karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyuruh wanita yang menanyakan kepada beliau tentang haji anak yang dibawanya itu untuk menthawafkan anak itu dalam waktu tersendiri. Seandainya hal itu adalah wajib, tentu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskannya kepada wanita penggendong anak itu.
Selanjutnya, anak kecil yang sudah mencapai umur mumayyiz, baik lelaki maupun perempuan, hendaknya diperintahkan untuk bersuci dari hadats juga dari najis, sebelum memulai thawaf, seperti halnya yang dilakukan oleh orang dewasa yang berihram. Sebenarnya, meniatkan ihram untuk anak kecil, baik lelaki maupun perempuan, tidaklah wajib bagi walinya, tetapi itu hanya sunnah. Jika walinya melakukannya, maka ia mendapat pahala. Jika ia tidak melakukannya pun tidak mengapa. Wallahu a’lam
(Sumber: Haji, Umrah Dan Ziarah Menurut Kitab Dan Sunnah, Sheikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz)

Tidak ada komentar: