Kematian pasti datangnya. Sehubungan dengan itu, sebagai
seorang muslim kita sepatutnya telah memiliki pemahaman tentang berbagai
perilaku mensikapi kondisi tersebut. Sehingga ketika mengalami kematian
kerabat, keluarga atau saudara, kita dapat berperilaku sesuai dengan tuntunan
Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
M. Nashiruddin Al-Albani dalam bukunya “Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah” menjelaskan hal-hal yang
wajib dilakukan kerabat mayat. Dijelaskannya, bahwa diharuskan pada kerabat
mayat, ketika mendengar berita kematian, melakukan dua perkara:
Pertama bersabar dan rela dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah. Hal ini berdasarkan firman Allah
SWT,
Dan sungguh akan Kami
berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan,
“Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’un”. Mereka itulah yang mendapatkan
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk”.(al-Baqarah: 155-157)
Juga berdasarkan hadits Anas r.a, ia berkata:
Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjumpai seorang wanita tengah berada dikuburan sambil menangis, lalu beliau
berkata kepadanya :” Bertaqwalah kepada
Allah dan bersabarlah engkau”. Wanita itu menjawab:” Diam, dan biarkanlah
aku begini, karena engkau tidak terkena musibah seperti musibah yang
menimpaku”. Anas berkata:” Wanita tersebut tidak mengetahui siapa yang
menegurnya.Lalu diberitakan kepada wanita itu bahwa yang menegurnya tadi adalah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Kemudian ia katakan kepada
Rasulullah:” Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak mengetahui yang menegurku
tadi adalah engkau”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan
sabdanya:”Sesungguhnya sabar itu ada pada
benturan pertama”. (HR. Imam Bukhari, Muslim dan al-Baihaqi)
Selain itu, bersabar ketika mendapat ujian karena kematian
anak adalah berpahala besar, seperti dijelaskan dalam banyak hadits.
Rasulullah Shallllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Tidak seorang muslim ditimpa kematian tiga
orang anaknya akan terjilat api neraka sedikit atau banyak, kecuali sebatas
pembayaran dengan sumpah”. (HR. Syaikhain, al-Baihaqi dan Abu Hurairah)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:”Tidaklah dua orang
muslim (suami-isteri) yang ditimpa kematian tiga orang anaknya yang belum balig
(dewasa) kecuali Allah memasukkan keduanya kedalam surga-Nya dengan keutamaan
dan rakhmat-Nya”. Lebih lanjut beliau bersabda:”Dan mereka berada didepan pintu dari pintu-pintu surga, kemudian dikatakan
kepada mereka, masuklah kalian kedalam surga. Mereka menjawab, kami akan masuk
surga hingga kedua orang tua kami datang. Lalu dikatakan kepada mereka,
masuklah kalian semua kedalam surga bersama bapak dan ibu kalian dengan
keutamaan Allah dan rahmat-Nya”.( HR. An-Nasa’i dan al-Baihaqi)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:” Wanita mana saja yang
ditimpa kematian tiga anaknya menjadikannya sebagai tabir penghalang baginya
masuk kedalam neraka. Seorang wanita bertanya, bagaimana bila dua anak? Beliau menjawab, juga dua orang anak.( HR. Bukhari, Muslim, al-Baihaqi, dan Abu Sa’id
al-Khudri r.a)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:”Allah SWT tidak rela
seorang mukmin yang ditinggal dua anak kekasih pilihannya dan bersabar dan berharap
akan pahala, kecuali Allah akan berikan balasan surga”.(HR. An-Nasa’i dari
Abdullah bin Amr)
Kedua, diharuskan bagi kerabat sang mayat
mengucapkan istirja’ (melafalkan
ucapan Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) seperti dijelaskan dalam firman Allah
diatas dan menambahkannya dengan do’a, “ Ya Allah anugerahkanlah pahala atas
kesabaranku dalam menghadapi musibah dan berikanlah aku pengganti yang lebih
baik darinya”. Seperti hadits dari Ummu Salamah r.a ketika ia berkata,
sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :”Tidaklah seorang muslim yang
tertimpa musibah kemudian ia mengucapkan seperti yang diperintahkan Allah SWT
(inna lillahi wa inna ilaihi raji’un), Ya Allah berilah aku pahala dalam
musibahku dan berilah aku pengganti yang lebih baik; kecuali Allah akan
mengganti baginya yang lebih baik”. Ummu Salamah berkata, ketika Abu
Salamah meninggal (yakni suaminya) aku berkata kepada diriku:” Siapakah dari
kaum muslimin yang lebih baik dari Abu Salamah? Dialah keluarga yang pertama
hijrah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akupun telah
mengucapkannya, kemudian Allah SWT memberiku ganti (seorang suami) yaitu
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lebih jauh Ummu Salamah berkata:”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh Hathib bin Abi Balta’ah
meminangku untuk beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku katakan
kepadanya, sesungguhnya aku mempunyai seorang anak perempuan, dan aku seorang
yang pencemburu. Rasulullah bersabda, mengenai anak perempuannya, kami akan
berdo’a semoga dapat mencukupinya, dan aku akan berdo’a semoga Allah
menghilangkan sifat kecemburuannya.(HR. Imam Muslim, al-Baihaqi dan Ahmad)
Tidaklah bertentangan dengan sifat
sabar apabila seseorang wanita menolak berhias (berdandan) sama sekali karena
belasungkawa atas kematian putranya atau siapa saja, bila tidak melebihi tiga
hari lamanya, kecuali atas kematian suaminya, maka ia boleh berbelasungkawa
dengan tidak berhias diri selama empat bulan sepuluh hari. Hal ini berdasarkan
hadits dari Zainab binti Abi Salamah r.a: “ Suatu ketika aku datang menemui
Ummu Habibah, isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, aku
mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Tidaklah
dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir
melakukan belasungkawa dengan tidak berhias lebih dari tiga hari, kecuali atas
kematian suaminya yaitu selama empat bulan sepuluh hari”. (HR. Imam Bukhari)
(Pekanbaru, Maret 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar