Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Kamis, Juni 06, 2013

Sikap Yang Diharamkan Ketika Menghadapi Kematian Atau Berbelasungkawa

Kematian itu pasti datangnya sebagai ketetapan dari Allah SWT. Tidak ada yang dapat menghindarkan diri dari kematian. Yang perlu kita lakukan adalah mensikapi kematian dengan cara-cara islami dan menjauhkan diri dari sikap-sikap jahiliah.  Tidaklah layak kita melakukan perbuatan yang diharamkan.
M. Nashiruddin Al-Albani dalam bukunya Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah, telah memberikan panduan bagi kita dalam bersikap ketika berbelasungkawa. Menurut Al-Albani, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengharamkan banyak sikap dalam menghadapi kematian atau dalam berbelasungkawa, namun masih saja sering dilakukan oleh kaum muslimin. Hal ini perlu diketahui untuk dihindari.
Meratapi mayat. Dalam hal ini banyak sekali hadits Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam yang sahih yang menjelaskannya:

Empat macam kebiasaan jahiliah yang masih dilakukan umatku, dan tidak juga ditinggalkannya, yaitu berbangga-bangga dengan keturunan, mengingkari keturunan, minta turun hujan dengan ramalan bintang, dan meratap. Lebih jauh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Dan bagi perempuan yang meratap, apabila tidak bertobat sebelum wafat maka dihari kiamat kelak ia akan memakai gamis dari pelangkin dan baju besi”. (HR. Imam Muslim, al-Baihaqi, dan Abu Malik al-Asy’ari)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Dua hal yang ada pada manusia, yang keduanya menyebabkan mereka kafir, mengingkari keturunan dan meratapi kematian”. (HR. Muslim, al-Baihaqi dan lainnya dari Abu Hurairah r.a)
Ketika Ibrahim putra Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, berteriaklah Usamah bin Zaid, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegurnya,”Yang demikian bukan dari ajaranku. Tidaklah orang yang berteriak dibenarkan dalam agama. Hati ini memang sedih dan kedua mata menangis, namun tak menjadikan Allah murka”. (HR. Ibnu Hibban, al-Hakim dari Abu Hurairah r.a))
Ummu Athiyah r.a berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membai’at kami (kaum wanita) untuk tidak meratap. Namun diantara kami (yang dibai’at) tidak ada yang menepati janjinya kecuali lima orang, yaitu Ummu Sulaim, Ummu Alaa’, putri Abi Sabrah, isteri Mu’adz atau putri Abi Sabrah dan isteri Mu’adz r.a”. (HR. Bukhari, Muslim dan al-Baihaqi)
Memukul-mukul pipi dan merobek-robek baju. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :” Bukanlah dari golongan kami siapa-siapa yang memukul-mukul pipi (ketika ditimpa kematian), orang-orang yang suka merobek-robek pakaiannya, dan yang mengeluh serta meratapi seperti kebiasaan jahiliah”. (HR. Bukhari, Muslim, Ibnul Jarud, al-Baihaqi dan lainnya dari Abdullah Ibnu Mas’ud r.a)
Mencukur rambut kepala. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Burdah bin Abi Musa. Ia berkata, Abu Musa al-Asy’ari r.a jatuh sakit hingga tak sadarkan diri sementara kepalanya berada dipangkuan isterinya. Lalu berteriaklah isterinya hingga tak dapat mengendalikan dirinya. Ketika Abu Musa siuman, ia berkata sungguh aku terbebas dari orang yang rasulullah telah terbebas darinya. Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbebas dari kebiasaan wanita yang berteriak-teriak ketika tertimpa musibah dan wanita yang biasa mencukur rambutnya serta merobek-robek bajunya. (HR. Imam Bukhari, Muslim, an-Nasa’i dan al-Baihaqi)
Menguraikan rambut. Hadits ini dari seorang wanita yang pernah ikut berbai’at kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dia berkata, apa yang dibai’at kan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke pada kami dalam berbuat kebaikan diantaranya agar kami tidak melanggar larangan beliau dan tidak menato wajah, tidak menjerit-jerit dengan berucap celaka...celaka serta tidak pula merobek-robek baju dan tidak menggunduli rambut. (HR. Abu Dawud dan al-Baihaqi)
Membiarkan rambut lebat (brewok), hal ini biasa dilakukan sebagian laki-laki selama masa berkabung dan sesudah itu barulah ia kembali mencukurnya.
Boleh jadi dalam hal ini ada kesamaan dengan kebiasaan yang dilakukan wanita di zaman jahiliah berupa menguraikan rambutnya pada masa berkabung. Padahal amalan seperti ini merupakan perbuatan bid’ah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:” Setiap yang diada-adakan adalah sesat dan setiap yang sesat neraka kesudahannya”. (HR. An-Nasa’i dan al-Baihaqi)
Menyiarkan berita kematian melalui pengeras suara dan semisalnya. Sebab, cara menyiarkan seperti ini termasuk menyebar-luaskan berita. Hudzaifah Ibnul Yaman r.a berkata, “ Apabila mengetahui ada berita kematian ia mengatakan, janganlah berazan (mengumandangkan) berita itu karena sesungguhnya aku khawatir yang demikian termasuk dari menyerukan berita kematian. Aku mendengar beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarangnya”. (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan al-Baihaqi)
Sementara itu, makna an-na’yu secara bahasa bermakna penyiaran berita kematian. Dengan demikian berarti mencakup pemberitaan kematian secara umum.  Meskipun begitu, telah terbukti kesahihan  beberapa hadits yang membolehkan salah satu cara pemberitaan.  Dalam hal ini para ulama telah membatasi kemutlakan larangan tersebut dengan hadits itu, seperti pendapat berikut,” Sesungguhnya yang dimaksud dengan an-na’yu adalah penyebaran berita yang menyerupai kebiasaan yang pernah ada di zaman jahiliah, yakni berupa teriakan didepan pintu rumah penduduk dan di pasar-pasar, seperti akan dijelaskan nanti.
Pekanbaru, Mei 2013


Tidak ada komentar: