Beramallah untuk
duniamu seolah-olah engkau akan hidup selama-lamanya dan beramallah untuk
akhiratmu seolah-olah engkau akan mati esok.
Mengenai ungkapan diatas, saya kutipkan penjelasan Muhammad
Nashiruddin Al-Albani dalam buku Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’. Menurut
Al-Albani, sekalipun riwayat diatas sangat masyhur dan hampir setiap orang
mengutipnya, tetapi sanadnya tidak ada yang marfu’. Bahkan Syekh Abdul karim
al-Amri tidak mencantumkannya dalam kitabnya al-Jaddul-Hatsits fi Bayani ma
laysa bi Hadits.
Namun, kata Al-Albani, saya telah mendapatkan sumbernya dengan sanad
yang mauquf (pada sahabat) yaitu diriwayatkan oleh Ibnu Qutaibah dalam kitab
Gharibul-Hadits I/46, dengan matan “Ihrits lidunyaaka.....” dan seterusnya. Juga
saya dapatkan dalam riwayat Ibnu Mubarak pada kitab az-Zuhud II/28 dengan sanad
lain yang juga mauquf dan munqathi’ (tidak bersambung).
Ringkasnya, riwayat hadits tersebut dha’if karena adanya dua
penyakit dalam sanadnya. Pertama, majhulnya (asingnya) maula (budak/pengikut)
Umar bin Abdul Aziz sebagai salah satu perawi sanadnya. Kedua, dha’ifnya
pencatat bagi Laits yang bernama Abdullah bin Shaleh, yang juga merupakan
perawi sanad dalam riwayat ini. (Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’, Muhammad
Nashiruddin Al-Albani)
Pekanbaru, Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar