Dalam melakukan amal ibadah, kita perlu berhati-hati.
Terutama amalan yang berupa bacaan-bacaan dengan hitungan tertentu. Perlu ada
tuntunan yang jelas dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tanpa
tuntunan yang jelas, ada baiknya kita tidak melakukan amalan tersebut. Salah satu bentuk amalan yang tidak jelas
tuntunannya itu adalah berhubungan dengan membaca surat qul huwallaahu ahad.
Muhammad Nashiruddin Al-Albani didalam buku Silsilah Hadits
Dha’if dan Maudhu’ jilid 1, menuliskan empat hadits maudhu’ tentang membaca
surat qul huwallaahu ahad.
Barangsiapa membaca
surat qul huwallaahu ahad dua ratus kali, maka diampuni dosanya selama dua
ratus tahun.
Menurut Al-Albani, ini riwayat munkar. Ibnu adh-Dharis
meriwayatkannya dalam Fadha’il al-Qur’an I/113, dan al-Khatib VI/187, dengan
sanad dari al-Hasan bin Abi Ja’far al-Jafari, dari Tsabit al-Banani, dari Anas
bin Malik r.a.
Sanad hadits ini sangat dha’if, sebab terdapat nama al-Hasan
bin Ja’far al-Jafari. Menurut adz-Dzahabi berkata,” Ia (al-Hasan) telah
dinyatakan oleh Imam Ahmad dan Nasa’i sebagai perawi sanad yang dha’if. Bahkan
oleh Imam Bukhari dinyatakan sebagai perawi riwayat munkar.”
Barang siapa membaca
surat qul huwallaahu ahad dua ratus kali, maka Allah menetapkan baginya seribu
lima ratus pahala, kecuali bila ia mempunyai utang.
Hadits ini maudhu’ dan diriwayatkan oleh al- Khatib VI/204
dengan sanad dari Abi Rabi’ az-Zahrani, dari Hatim bin Maimum, dari Tsabit,
dari Anas r.a.
Menurut Muhammad Nashiruddin Al-Albani, sanad hadits ini
sangat lemah. Sebab, Hatim oleh Ibnu Hibban dinyatakan munkar haditsnya,
sekalipun sangat sedikit riwayatnya. Pada prinsipnya, seluruh riwayat Hatim
tidak dibenarkan untuk dijadikan hujjah.
Pernyataan serupa juga dikeluarkan dan ditegaskan oleh Imam
Bukhari seraya menuduhnya sebagai perawi munkar. Hadits serupa telah
dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi dan ditempatkan dalam deretan hadits-hadits
maudhu’. Ibnul Jauzi berkata, “ Hadits ini maudhu’ dan riwayat (dari) Hatim
bagaimanapun tidak dapat dijadikan hujjah”.
Barangsiapa usai shalat
subuh kemudian membaca qul huwallaahu ahat seratus kali sebelum bercakap-cakap,
maka setiap ia membaca surat tersebut diampuni dosanya setahun.
Hadits ini maudhu’ dan diriwayatkan oleh Thabrani, al-Hakim
III/570, serta Ibnu Asakir II/196, dengan sanad dari Muhammad bin Abdur Rahman
al-Qusyairi, dari Asma binti Wailah bin al-Aqsa’. Asma berkata,” Adalah
kebiasaan ayahku bila telah usai shalat subuh, duduk menghadap kiblat sambil
tidak berbicara pada siapapun hingga terbit matahari. Kadang aku menegurnya
untuk suatu keperluan, maka ia tetap tidak menjawabku. Karena itu, dengan geram
aku tanyakan, apa gerangan yang engkau lakukan?” Kemudian ayahku menyebutkan
hadits ini.
Menurut pengetahuan
Al-Albani, al-Hakim tidak memberikan komentar terhadap hadits ini.
Begitu juga adz-Dzahabi. Namun al-Haitsami dalam kitab al-Majma’ az-Zawa’id
X/109 berkata,”Dalam sanad ini terdapat Muhammad bin Abdur Rahman al-Qusyairi
yang disepakati oleh muhadditsin tidak diterima riwayatnya. Bahkan oleh al-Uzdi
ia dinyatakan sebagai pendusta. Abu Hatim pun menyatakan seperti itu.
Barang siapa membaca
surat qul huwallaahu ahad pada waktu sakit yang mengantarkannya kepada
kematiannya, ia tidak akan tertimpa fitnah didalam kuburnya, aman dari himpitan
kubur dan kelak akan diangkat oleh para malaikat pada hari
kiamat diatas tapak tangan mereka hingga melalui shirathal mustaqim sampai ke
surga.
Hadits ini maudhu’ dan diriwayatkan oleh Abu Naim II/213 dengan
sanad dari Nashr bin Hammad al-Balakhi, dari Malik bin Abdullah al-Azdi, dari
Yazid bin Abdullah asy-Syakhir al-Anbari, dari ayahnya.
Menurut Muhammad Nashiruddin Al-Albani, sanad riwayat ini
maudhu’. Nashr bin Hammad adalah tertuduh. Ibnu Muin berkata,” Nashr bin Hammad
pendusta, dan gurunya yaitu Malik bin Abdullah al-Uzdi tidak dikenal. (Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’ jilid 1)
Setelah mengetahui keempat hadits maudhu’ tersebut diatas,
maka bagi yang terlanjur mengamalkannya segera meninggalkan dan mohon ampun
kepada Allah Ta’ala. Masih banyak amalan-amalan lain yang mempunyai dasar cukup
kuat dan jelas dari tuntunan Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam...
Pekanbaru, Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar