Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Minggu, Januari 26, 2014

Membaca Surat Qulhuallaahu Ahad


Dalam melakukan amal ibadah, kita perlu berhati-hati. Terutama amalan yang berupa bacaan-bacaan dengan hitungan tertentu. Perlu ada tuntunan yang jelas dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tanpa tuntunan yang jelas, ada baiknya kita tidak melakukan amalan tersebut.  Salah satu bentuk amalan yang tidak jelas tuntunannya itu adalah berhubungan dengan membaca surat qul huwallaahu ahad.
Muhammad Nashiruddin Al-Albani didalam buku Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’ jilid 1, menuliskan empat hadits maudhu’ tentang membaca surat qul huwallaahu ahad.
Barangsiapa membaca surat qul huwallaahu ahad dua ratus kali, maka diampuni dosanya selama dua ratus tahun.

Menurut Al-Albani, ini riwayat munkar. Ibnu adh-Dharis meriwayatkannya dalam Fadha’il al-Qur’an I/113, dan al-Khatib VI/187, dengan sanad dari al-Hasan bin Abi Ja’far al-Jafari, dari Tsabit al-Banani, dari Anas bin Malik r.a.
Sanad hadits ini sangat dha’if, sebab terdapat nama al-Hasan bin Ja’far al-Jafari. Menurut adz-Dzahabi berkata,” Ia (al-Hasan) telah dinyatakan oleh Imam Ahmad dan Nasa’i sebagai perawi sanad yang dha’if. Bahkan oleh Imam Bukhari dinyatakan sebagai perawi riwayat munkar.”
Barang siapa membaca surat qul huwallaahu ahad dua ratus kali, maka Allah menetapkan baginya seribu lima ratus pahala, kecuali bila ia mempunyai utang.
Hadits ini maudhu’ dan diriwayatkan oleh al- Khatib VI/204 dengan sanad dari Abi Rabi’ az-Zahrani, dari Hatim bin Maimum, dari Tsabit, dari Anas r.a.
Menurut Muhammad Nashiruddin Al-Albani, sanad hadits ini sangat lemah. Sebab, Hatim oleh Ibnu Hibban dinyatakan munkar haditsnya, sekalipun sangat sedikit riwayatnya. Pada prinsipnya, seluruh riwayat Hatim tidak dibenarkan untuk dijadikan hujjah.
Pernyataan serupa juga dikeluarkan dan ditegaskan oleh Imam Bukhari seraya menuduhnya sebagai perawi munkar. Hadits serupa telah dikeluarkan oleh Ibnul Jauzi dan ditempatkan dalam deretan hadits-hadits maudhu’. Ibnul Jauzi berkata, “ Hadits ini maudhu’ dan riwayat (dari) Hatim bagaimanapun tidak dapat dijadikan hujjah”.
Barangsiapa usai shalat subuh kemudian membaca qul huwallaahu ahat seratus kali sebelum bercakap-cakap, maka setiap ia membaca surat tersebut diampuni dosanya setahun.
Hadits ini maudhu’ dan diriwayatkan oleh Thabrani, al-Hakim III/570, serta Ibnu Asakir II/196, dengan sanad dari Muhammad bin Abdur Rahman al-Qusyairi, dari Asma binti Wailah bin al-Aqsa’. Asma berkata,” Adalah kebiasaan ayahku bila telah usai shalat subuh, duduk menghadap kiblat sambil tidak berbicara pada siapapun hingga terbit matahari. Kadang aku menegurnya untuk suatu keperluan, maka ia tetap tidak menjawabku. Karena itu, dengan geram aku tanyakan, apa gerangan yang engkau lakukan?” Kemudian ayahku menyebutkan hadits ini.
Menurut pengetahuan  Al-Albani, al-Hakim tidak memberikan komentar terhadap hadits ini. Begitu juga adz-Dzahabi. Namun al-Haitsami dalam kitab al-Majma’ az-Zawa’id X/109 berkata,”Dalam sanad ini terdapat Muhammad bin Abdur Rahman al-Qusyairi yang disepakati oleh muhadditsin tidak diterima riwayatnya. Bahkan oleh al-Uzdi ia dinyatakan sebagai pendusta. Abu Hatim pun menyatakan seperti itu.
Barang siapa membaca surat qul huwallaahu ahad pada waktu sakit yang mengantarkannya kepada kematiannya, ia tidak akan tertimpa fitnah didalam kuburnya, aman dari himpitan kubur dan kelak akan diangkat oleh para malaikat pada hari kiamat diatas tapak tangan mereka hingga melalui shirathal mustaqim sampai ke surga.
Hadits ini maudhu’ dan diriwayatkan oleh Abu Naim II/213 dengan sanad dari Nashr bin Hammad al-Balakhi, dari Malik bin Abdullah al-Azdi, dari Yazid bin Abdullah asy-Syakhir al-Anbari, dari ayahnya.
Menurut Muhammad Nashiruddin Al-Albani, sanad riwayat ini maudhu’. Nashr bin Hammad adalah tertuduh. Ibnu Muin berkata,” Nashr bin Hammad pendusta, dan gurunya yaitu Malik bin Abdullah al-Uzdi tidak dikenal. (Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’ jilid 1)
Setelah mengetahui keempat hadits maudhu’ tersebut diatas, maka bagi yang terlanjur mengamalkannya segera meninggalkan dan mohon ampun kepada Allah Ta’ala. Masih banyak amalan-amalan lain yang mempunyai dasar cukup kuat dan jelas dari tuntunan Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam...
Pekanbaru, Januari 2014

Tidak ada komentar: