Memiliki harta yang banyak didalam Islam tidaklah terlarang.
Namun, didalam upaya untuk memperoleh harta itu diingatkan agar menempuh
cara-cara yang halal. Persengketaan kepemilikan harta banyak terjadi. Bagi kita
yang telah diberi Allah Ta’ala nikmat iman, hendaknya berpegang teguh kepada
ketentuan Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berusaha menghindarkan diri dari memperoleh harta dengan cara
yang batil, patut kita lakukan. Jika sedang menghadapi persengketaan
kepemilikan harta, cermati sungguh-sungguh ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:
Dan janganlah sebagian
kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah 2: 188)
Penjelasan mengenai ayat ini, dapat kita temukan didalam
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1. Ali bin Abi Thalhah bercerita dari Ibnu
Abbas mengenai seseorang yang menguasai harta kekayaan namun tidak memiliki
bukti kepemilikannya. Maka, dia memanipulasi harta itu dan mengadukannya kepada
hakim, sedang dia mengetahui bahwa harta itu bukan haknya dan dia pun
mengetahui bahwa dirinya berdosa lantaran memakan barang haram. Sebagian ulama
salaf mengatakan, janganlah Anda mengadukan persoalan sedang Anda mengetahui
bahwa Anda itu zalim. Dalam shahihain dikatakan dari Ummu Salamah bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Ketahuilah, aku
hanyalah manusia dan datang kepadaku pengaduan sengketa. Boleh jadi ada
seseorang diantara kamu yang lebih unggul hujahnya sehingga aku memenangkannya
dan mengalahkan yang lain. Barangsiapa yang ku menangkan perkaranya sedang ia
mengambil hak seorang muslim, maka kemenangan itu berupa sebongkah api. Silakan
mengambilnya atau meninggalkannya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ayat dan hadits diatas menunjukkan bahwa ketetapan hakim
tidak mengubah karakteristik perkara. Hakim tidak dapat menghalalkan perkara
haram yang berkarakter haram dan dia tidak mengharamkan perkara halal yang
berkarakter halal, karena dia hanya berpegang teguh kepada zahirnya saja. Jika
sesuai, maka itulah yang dikehendaki, dan jika tidak sesuai, maka hakim tetap
beroleh pahala dan bagi yang bermuslihat adalah dosanya. Oleh karena itu, Allah
Ta’ala berfirman,” Dan janganlah sebagian
kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil...sedang
kamu mengetahui,” yakni mengetahui kebatilan perkara yang kamu sembunyikan
didalam alasan-alasan yang kamu ajukan. (Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1,
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i)
Pekanbaru, Januari 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar