Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Minggu, Februari 16, 2014

Macam-Macam Tauhid (Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma' (Nama-nama)


Tauhid ini (tauhid Uluhiyah) adalah hak Allah yang wajib ditunaikan oleh hamba-hamba-Nya. Ia adalah perintah agama terbesar dan landasan utama bagi semua amal. Sesungguhnya Al-Qur’an telah menetapkannya dan menjelaskan bahwa tidak ada keselamatan dan kebahagian kecuali dengan (merealisasikan)nya.
Demikian ditekankan oleh sekumpulan ulama dalam buku “Benteng Tauhid” yang diterbitkan oleh Dar Alqassem, Saudi Arabia. Tulisan tersebut terdapat dalam sub judul “Macam-Macam Tauhid”.
Macam-macam tauhid tersebut terdiri dari tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid Asma’ (Nama-Nama) dan Sifat-Sifat. Penjelasan tentang ketiga macam tauhid itu selengkapnya ialah:

1. Tauhid Rububiyah
Yaitu meyakini bahwa Allah Yang Menciptakan hamba-Nya, Yang memberi rezki, Yang menghidupkan dan Yang mematikan mereka. Dengan kata lain, tauhid rububiyah ialah mengesakan Allah dalam perbuatan-perbuatan-Nya seperti mencipta, memberi rezki, menghidupkan dan mematikan.
Orang-orang musyrik dizaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang yahudi, nashrani dan majusi semuanya mempercayai jenis tauhid ini. Tidak ada yang mengingkarinya selain orang-orang Dahriyin (yang mempertuhankan masa) di zaman dahulu dan orang-orang komunis dizaman sekarang.
Tauhid jenis ini belum cukup menjadikan seseorang sebagai pemeluk agama Islam, dan juga belum cukup untuk menjamin (kehormatan) darah dan hartanya. Dia juga belum cukup untuk menyelamatkannya diakhirat dari api neraka sebelum ia menyertakannya dengan tauhid uluhiyah. Tauhid rububiyah sejak awal sudah tertanam dalam fitrah (manusia) sebagaimana tersebut dalam hadits berikut:
Setiap bayi itu dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah). Maka kedua orang tuanyalah yang membentuk mereka menjadi yahudi, nashrani atau majusi.
Dalil tentang tauhid ini banyak sekali, antara lain firman Allah Ta’ala:
Katakanlah:”Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab”Allah”. Maka katakanlah:”Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)? Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)? (QS. Yunus: 31-32)
2. Tauhid Uluhiyah
Yaitu mengesakan Allah dalam ibadah. Yaitu megesakan Allah dalam amalan (ibadah) hamba-Nya, seperti berdo’a, bernadzar, berkorban, berharap, takut, tawakkal, merasa cemas dan bertaubat.
Tauhid inilah yang selalu menjadi sumber pertentangan (manusia) dari dulu sampai sekarang. Dan tauhid inilah pula yang menjadi inti daripada dakwah dan seruan para rasul kepada umat-umat mereka, untuk mengokohkan tauhid rububiyah yang memang telah mereka yakini sebelumnya. Allah berfirman menceritakan kisah Nuh Alaihissalam:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata):” Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan. (QS. Huud 25-26)
Dan firman-Nya;
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.(QS. An Nisaa 36)
Tauhid ini adalah hak Allah yang wajib ditunaikan oleh hamba-hamba-Nya. Ia adalah perintah agama terbesar dan landasan utama bagi semua amal. Sesungguhnya Al-Qur’an telah menetapkannya dan menjelaskan bahwa tidak ada keselamatan dan kebahagian kecuali dengan (merealisasikan)nya.
3. Tauhid Asma’ (Nama-Nama) dan Sifat-Sifat.
Yaitu mengesakan Allah dengan nama dan sifat yang telah Dia sebutkan bagi diri-Nya didalam Al-Qur’an, atau yang disebutkan-Nya melalui lisan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa merubah (tahriif) menolak (ta’thiil), membayangkan ( takyiif) dan tidak pula menyamakannya dengan makhluk (tamtsil).
(Sumber: Benteng Tauhid oleh sekumpulan ulama, Syekh Abdul Rahman As Sa’dy, Syekh Abdul Aziz bin Baaz, Syekh Muhammad Shaleh Al Utsaimin, Syekh Abdullah bin Abdul Rahman Al Jabrin)

Tidak ada komentar: