Tersedianya fasilitas transportasi umum, memberi peluang
kepada banyak orang untuk melakukan perjalanan. Diantara pengguna fasilitas
umum tersebut, juga banyak kaum wanita. Bagi kaum muslimah yang bepergian, ada
baiknya mencermati fenomena ini. Sebelum melakukan perjalanan, pahami terlebih
dahulu kaidah-kaidah agama yang berhubungan dengan safar. Patut diyakini, bahwa
dalil-dalil syar’i berupa larangan atau suruhan itu, mengandung kemaslahatan
bagi ummat.
Sebuah buku kecil “Muslimah Bepergian, Tim Redaksi Media
Zikir” memberikan panduan cukup lengkap dan bermanfaat. Saya kutipkan sebuah
tulisan dari buku tersebut, yaitu “Safar Dengan Menggunakan Kendaraan Umum”.
Agar mendapatkan pemahaman yang lengkap dan jelas, sebaiknya penjelasan ini
dibaca selengkapnya.
Sesuai dengan berkembangnya zaman, hari ini sudah ada
kendaraan yang mampu membawa banyak orang dari sebuah tempat ke tempat yang
lain, baik pesawat, kereta api atau bis-bis umum. Oleh karena itu, khalwat
dapat dihindari dan perjalanan bisa terjadwal dengan rapi. Sehingga menjadi
sebuah pertanyaan, apakah hukum pun bisa berubah?
Memang dalam hal ini juga terjadi perselisihan antara ulama
hari ini yang terbagi menjadi dua pendapat.
Pertama. Kebanyakan ulama tetap mengharamkan
safar wanita muslimah tanpa mahram, apakah dengan menggunakan pesawat,
keretaapi, bis umum atau lainnya. Hal itu dikarenakan mereka melihat keumuman
dalil-dalil syar’i yang menjelaskan masalah ini. Diantara yang berpendapat
demikian adalah Abdul Aziz bin Baz, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Shalih
Fauzan dan ulama lainnya.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya tentang seorang wanita
berusia 40 tahun yang tinggal di Madinah tanpa mahram karena anaknya yang besar
hidup bersama ayahnya di kota lain. Dia pernah pergi berhaji dengan menggunakan
kendaraan umum yang memiliki tempat khusus bagi para wanita dan mengantarkannya
sampai tempat tujuan. Dengan usia dan kondisi demikian, apakah dia berdosa
dengan safarnya tersebut?
Maka Syaikh menjawab:” Bila kondisinya sebagaimana disebutkan
tadi, maka safar baginya haram. Hendaknya wanita tersebut segera bertobat
kepada Allah, menyesali perbuatannya dan bertekad untuk tidak mengulanginya
lagi. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam riwayat
Bukhari-Muslim,’Janganlah
seorang wanita safar kecuali bersama mahramnya’. Dan Allah Ta’ala berfirman:
Apa yang diberikan
Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras
hukuman-Nya.(Al-Hasyr 59: 7). Wallahu muwafiq.
Shalih Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya tentang
kebolehan seorang wanita bersafar tanpa mahram dengan menggunakan pesawat dan
ada jaminan keamanan? Maka beliau menjawab:
Ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada
diatas mimbar pada hari-hari haji, beliau bersabda:”
Janganlah seorang wanita bersafar kecuali
bersama mahramnya”. Maka seorang laki-laki berdiri dan berkata:’
Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku ingin keluar untuk kebutuhan haji,
padahal saya harus pergi mengikuti peperangan ini dan itu”. Maka Nabi bersabda:”Pergi dan
berhajilah bersama istrimu”.
Kita lihat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
laki-laki tersebut agar meninggalkan peperangan dan berhaji bersama istrinya.
Nabi pun tidak bertanya :” Apakah istrimu bisa dijamin keamanan dirinya? Apakah
bersamanya ada wanita-wanita lain? Apakah bersama tetangganya? Maka hadits ini
menunjukkan pada larangan safar wanita tanpa mahram secara umum, sehingga masuk
didalamnya safar dengan menggunakan pesawat.
Syaikh juga mengatakan:” Karenanya kita dapatkan hikmah besar
dari Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas larangan safar wanita tanpa
mahram dengan tanpa perincian dan tanpa penafsiran lain. Mungkin ada yang
mengatakan,’ Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
mengetahui tentang hal ghaib, tidak juga tahu tentang pesawat. Maka kita fahami
bahwa sabdanya tersebut untuk safar wanita di atas unta bukan di atas pesawat,
sehingga seorang wanita tidak boleh safar diatas unta kecuali bersama mahramnya,
karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahu tentang pesawat yang
mampu terbang dari Tha’if ke Riyadh hanya dalam waktu satu seperempat jam,
sedangkan beliau saat itu menempuhnya dalam waktu satu bulan. Maka jawabannya,
bila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahu dengan hal ini, sesungguhnya
Allah mengetahui. Maka Allah Ta’ala berfirman:
Dan Kami turunkan Kitab
(Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta
rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (muslim).(An-Nahl
16: 89)
Demikian dengan jawaban Lajnah Ad-Da’imah lil Buhuts
Al-Ilmiyah wal Ifta No.9950, ketika ditanya kebolehan seorang wanita safar
tanpa mahram dengan menggunakan pesawat. Maka dijawab:” Seorang wanita tidak
boleh safar kecuali bersama mahramnya atau suaminya, apakah perjalanan jauh
atau dekat, sama saja”.
Kedua. Pendapat yang membolehkan safar
wanita tanpa mahram bila kendaraan yang digunakan ada jaminan keamanan, atau
bersama beberapa wanita yang bisa dipercaya. Diantara ulama yang membolehkan
adalah beliau Syaikh Abdullah bin Jibran.
Ketika beliau ditanya tentang seorang wanita yang hanya
diantar mahramnya sampai bandara lalu dijemput di bandara lain, beliau
menjawab:” Tidak mengapa bila kondisi kesulitan bagi mahram, seperti suami atau
orang tua. Yaitu bila wanita tersebut terpaksa harus safar sementara mahramnya
ada kesulitan untuk menemaninya, maka tidak mengapa dalam hal ini dengan syarat
mahram pertama mengantarkannya sampai bandara. Dia tidak melepaskannya hingga
wanita tersebut masuk kedalam pesawat dan terbang menuju tempat yang dituju,
lalu dipastikan bahwa mahramnya siap menjemput di bandara yang akan dituju, dan
diberitahukan jam pemberangkatan serta nomor pesawat tersebut.
Hal demikian dibolehkan, karena tidak adanya khalwat, dan dia
tidak bersafar sendirian. Juga waktu yang sebentar yaitu satu atau setengah jam
saja, sehingga waktu seperti ini tidak disebut dengan safar”.
Dalam menanggapi perbedaan ini, DR. Riyadh bin Muhammad
Al-Musaimin dalam ringkasan tulisannya, lebih memilih pendapat kebanyakan
ulama, dikarenakan kuatnya dalil-dalil yang digunakan oleh pendapat pertama.
Selain itu, safar menggunakan transportasi umum seperti pesawat tidak menjamin
keamanan para wanita, terlebih pada zaman ini kerusakan moral terjadi
dimana-mana.(Muslimah Bepergian, Tim Redaksi Media Zikir)
Pekanbaru, Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar