Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Minggu, Maret 30, 2014

Melakukan Amalan Yang Ditolak (Bid'ah)


Didalam melakukan ibadah baik wajib maupun sunat, tentu kita sangat berharap semoga ibadah tersebut diterima oleh Allah SWT. Alangkah ruginya, setelah banyak melakukan ibadah ternyata ada diantara ibadah tersebut tertolak. Oleh sebab itu, sebaiknya kita memahami hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan ibadah. Bagi kita yang merasa sudah banyak melakukan amalan-amalan, coba cermati hadis berikut ini dan penjelasan Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy.
Siapa yang mengamalkan suatu amal (ibadat) yang tidak pernah kami lakukan, maka amalnya ditolak. (HR. Mutafaq Alaih)

Menurut Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy, hadis ini memberi petunjuk secara tersurat dan tersirat. Secara tersurat, hadis tersebut menunjukkan bahwa setiap hal baru (bid’ah) yang diperbuat dalam agama yang tidak memiliki sumber asal dari Al-Qur’an dan Sunah, baik itu berupa ucapan atau perkataan seperti bermuka masam, menolak, acuh tak acuh dan sebagainya. Atau berupa bid’ah amaliah (perbuatan) seperti beribadah kepada Allah SWT dengan ibadat-ibadat yang tidak disyariatkan Allah dan Rasul-Nya. Semua itu ditolak dari pelakunya dan ia dicela sesuai  dengan perbuatan bid’ah dan jauhnya dari agama.
Maka barangsiapa yang menyampaikan berita yang tidak diberikan Allah SWT dan Rasul-Nya, atau beribadah dengan sesuatu yang tidak diizinkan Allah dan tidak disyariatkan Rasul-Nya, dia adalah pembuat bid’ah. Siapa yang mengharamkan hal-hal yang mubah atau beribadah dengan tanpa syariat, maka ia juga termasuk pembuat bid’ah.
Sedangkan arti yang tersirat dari hadis tersebut adalah bahwa orang yang melakukan suatu perbuatan sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, yaitu beribadah kepada-Nya dengan dilandasi akidah yang benar dan melakukan amal saleh, baik perbuatan wajib atau sunat, maka perbuatannya itu diterima dan usahanya mendapat keridhaan Allah Azza wa Jalla.
Hadis ini dijadikan argumentasi bahwa setiap ibadah yang dilakukan dengan sesuatu yang terlarang, maka perbuatan (ibadah) itu rusak/batal, karena tidak berdasarkan perintah pembuat syara (Allah SWT dan Rasul-Nya), dan larangan itu menghendaki adanya kerusakan. Maka setiap perbuatan/transaksi yang dilarang pembuat syara adalah batal dan tidak boleh dilakukan. (99 Hadis Utama Bukhari, Muslim, Mutafaq ‘Alaih, Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy)
Jika kebenaran sudah kita ketahui, maka bersyukurlah kepada Allah SWT. Sebab, dengan mengetahui kebenaran itu, kita berpeluang terhindar dari perbuatan sia-sia, membuang-buang waktu dan tenaga. Dengan membuka hati dan pikiran untuk menghindari dan meninggalkan amalan-amalan bid’ah, kita berharap mendapat ridha Allah Ta’ala. Dan, Allah lebih mengetahui.
Pekanbaru, Maret 2014

Tidak ada komentar: