Didalam melakukan ibadah baik wajib maupun sunat, tentu kita
sangat berharap semoga ibadah tersebut diterima oleh Allah SWT. Alangkah
ruginya, setelah banyak melakukan ibadah ternyata ada diantara ibadah tersebut
tertolak. Oleh sebab itu, sebaiknya kita memahami hal-hal yang berhubungan
dengan pelaksanaan ibadah. Bagi kita yang merasa sudah banyak melakukan
amalan-amalan, coba cermati hadis berikut ini dan penjelasan Syekh Abdurrahman
bin Nashir As-Sa’diy.
Siapa yang mengamalkan suatu amal (ibadat) yang tidak pernah
kami lakukan, maka amalnya ditolak. (HR. Mutafaq Alaih)
Menurut Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy, hadis ini
memberi petunjuk secara tersurat dan tersirat. Secara tersurat, hadis tersebut
menunjukkan bahwa setiap hal baru (bid’ah) yang diperbuat dalam agama yang
tidak memiliki sumber asal dari Al-Qur’an dan Sunah, baik itu berupa ucapan
atau perkataan seperti bermuka masam, menolak, acuh tak acuh dan sebagainya.
Atau berupa bid’ah amaliah (perbuatan) seperti beribadah kepada Allah SWT dengan
ibadat-ibadat yang tidak disyariatkan Allah dan Rasul-Nya. Semua itu ditolak
dari pelakunya dan ia dicela sesuai
dengan perbuatan bid’ah dan jauhnya dari agama.
Maka barangsiapa yang menyampaikan berita yang tidak
diberikan Allah SWT dan Rasul-Nya, atau beribadah dengan sesuatu yang tidak
diizinkan Allah dan tidak disyariatkan Rasul-Nya, dia adalah pembuat bid’ah.
Siapa yang mengharamkan hal-hal yang mubah atau beribadah dengan tanpa syariat,
maka ia juga termasuk pembuat bid’ah.
Sedangkan arti yang tersirat dari hadis tersebut adalah bahwa
orang yang melakukan suatu perbuatan sesuai dengan perintah Allah SWT dan
Rasul-Nya, yaitu beribadah kepada-Nya dengan dilandasi akidah yang benar dan
melakukan amal saleh, baik perbuatan wajib atau sunat, maka perbuatannya itu
diterima dan usahanya mendapat keridhaan Allah Azza wa Jalla.
Hadis ini dijadikan argumentasi bahwa setiap ibadah yang
dilakukan dengan sesuatu yang terlarang, maka perbuatan (ibadah) itu
rusak/batal, karena tidak berdasarkan perintah pembuat syara (Allah SWT dan
Rasul-Nya), dan larangan itu menghendaki adanya kerusakan. Maka setiap
perbuatan/transaksi yang dilarang pembuat syara adalah batal dan tidak boleh
dilakukan. (99 Hadis Utama Bukhari, Muslim, Mutafaq ‘Alaih, Syekh Abdurrahman
bin Nashir As-Sa’diy)
Jika kebenaran sudah kita ketahui, maka bersyukurlah kepada
Allah SWT. Sebab, dengan mengetahui kebenaran itu, kita berpeluang terhindar
dari perbuatan sia-sia, membuang-buang waktu dan tenaga. Dengan membuka hati
dan pikiran untuk menghindari dan meninggalkan amalan-amalan bid’ah, kita
berharap mendapat ridha Allah Ta’ala. Dan, Allah lebih mengetahui.
Pekanbaru, Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar