Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Kamis, April 24, 2014

Meraih Petunjuk Allah (Kisah Abu Thalib)


Ketika iman telah ada didalam diri kita, sangatlah pantas untuk bersyukur kepada Allah Ta’ala. Sebab, iman merupakan karunia terpenting. Tidak semua orang mendapatkannya. Yaitu, iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada Kitab-kitab, iman kepada para rasul, iman kepada hari akhir dan iman kepada qodar baik dan buruk. Kisah Abu Thalib, paman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan pengajaran sangat berharga bagi kita.
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi. Namun, Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.(QS. 28 Al-Qashash: 56).

Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan, Allah Ta’ala berfirman kepada Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa sallam,” Hai Muhammad. Sesungguhnya, kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi”, yaitu hal itu bukanlah kewenanganmu. Tugas kamu hanya menyampaikan, sedang Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Kepunyaan Allah lah hikmah yang sangat baik dan hujjah yang sangat tepat. Hal ini sebagaimana firman Allah:”Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, namun Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya.”(al-Baqarah 272)
Sedangkan di dalam surah ini, Allah berfirman, “ Sesungguhnya kamu tidak dapat memberi petunujuk kepada orang-orang yang kamu kasihi. Namun, Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. Dia mengetahui siapa yang berhak mendapat hidayah dan siapa yang berhak mendapat kesesatan.
Dalam shahihain ditegaskan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Thalib, paman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Thalib melindungi, menolong, membantu dan mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mendalam; cinta naluriah, bukan cinta syar’iyah. Ketika Abu Thalib menjelang wafat dan ajalnya telah tiba, maka Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajaknya kepada keimanan dan masuk Islam. Namun, takdir telah menetapkan dan ditangan-Nya lah keputusan. Maka dia terus menerus berada dalam kekafiran.(Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i)
Pekanbaru, April2014

Tidak ada komentar: