Ketika iman telah ada didalam diri kita, sangatlah pantas
untuk bersyukur kepada Allah Ta’ala. Sebab, iman merupakan karunia terpenting.
Tidak semua orang mendapatkannya. Yaitu, iman kepada Allah, iman kepada
malaikat, iman kepada Kitab-kitab, iman kepada para rasul, iman kepada hari
akhir dan iman kepada qodar baik dan buruk. Kisah Abu Thalib, paman Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan pengajaran sangat berharga
bagi kita.
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada
orang yang kamu kasihi. Namun, Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima
petunjuk.(QS. 28 Al-Qashash: 56).
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan, Allah Ta’ala
berfirman kepada Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa sallam,” Hai Muhammad.
Sesungguhnya, kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu
kasihi”, yaitu hal itu bukanlah kewenanganmu. Tugas kamu hanya menyampaikan,
sedang Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Kepunyaan
Allah lah hikmah yang sangat baik dan hujjah yang sangat tepat. Hal ini
sebagaimana firman Allah:”Bukanlah
kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, namun Allah-lah yang memberi
petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya.”(al-Baqarah 272)
Sedangkan di dalam surah ini,
Allah berfirman, “ Sesungguhnya kamu tidak dapat
memberi petunujuk kepada orang-orang yang kamu kasihi. Namun, Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah lebih mengetahui orang-orang
yang mau menerima petunjuk”. Dia mengetahui siapa yang berhak
mendapat hidayah dan siapa yang berhak mendapat kesesatan.
Dalam shahihain ditegaskan bahwa
ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Thalib, paman Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Abu Thalib melindungi, menolong, membantu dan mencintai
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mendalam; cinta naluriah, bukan
cinta syar’iyah. Ketika Abu Thalib menjelang wafat dan ajalnya telah tiba, maka
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajaknya kepada keimanan dan
masuk Islam. Namun, takdir telah menetapkan dan ditangan-Nya lah keputusan.
Maka dia terus menerus berada dalam kekafiran.(Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i)
Pekanbaru, April2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar