Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Kamis, April 17, 2014

Pengertian Melalaikan Shalat Dan Mengqadha Shalat


Didalam melaksanakan ibadah, kita sangat berharap agar ibadah tersebut diterima oleh Allah Ta’ala. Apalagi ibadah shalat. Salah satu perbuatan yang harus dihindari ketika shalat adalah lalai. Sebab, kecelakaan bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya. Untuk memahami makna “lalai” ini, kita sepatutnya merujuk kepada pemahaman sesuai Sunnah. Begitu juga dengan pemahaman tentang mengqadha shalat.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya. (QS. Al-Maa’uun 107: 4-5-6)
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan mengenai orang-orang yang lalai dalam shalatnya. Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash berkata:

Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa sallam tentang orang-orang yang lalai dari shalat mereka. Beliau menjawab:” Yaitu orang-orang yang mengakhirkan shalat sehingga keluar dari waktunya”.
Tentang Shalat Yang Ditinggalkan.
Tidak ada satu dalil pun yang menunjukkan kebolehan mengakhirkan shalat dengan sengaja dari waktu yang telah ditetapkan sehingga orang yang mengakhirkan shalat dengan sengaja itu mempunyai dalil untuk menyusul dan mengqadhanya. Dan tidak ada dalil yang ditetapkan oleh orang-orang yang berpandangan tentang kebolehan mengqadha shalat kecuali sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:” Barangsiapa tertidur dari melaksanakan shalat atau lupa, maka hendaklah dia melaksanakannya ketika ingat. Tidak ada kafarat baginya kecuali dengan melakukan hal itu”.
Hadis ini dengan jelas sekali membantah mereka, bukan mendukung mereka. Sebab, mereka telah mengqiaskan orang yang mengakhirkan shalat dengan sengaja dengan orang yang mengakhirkan shalat karena uzur. Ini merupakan qiyas ma’al fariq ‘qias untuk dua permasalahan yang berbeda’, seperti terlihat dengan jelas. Sebab Syari’ (Allah) Yang Mahabijaksana yang telah menggolongkan orang yang tertidur sehingga tidak melaksanakan shalat dan lupa sebagai orang-orang yang terkena uzur, lalu dia diperintahkan untuk melaksanakan shalat tersebut (sebagai kewajiban, bukan sebagai qadha) dengan segera, ketika dia bangun atau ingat. Maka orang ini, dengan keadaan seperti ini, adalah dimaafkan, sebab bukanlah menjadi kekuasaannya untuk bangun untuk ingat, kecuali bila Allah menghendakinya. Maka dimanakah letak persamaan orang ini dengan orang yang mengakhirkan shalat dengan sengaja dalam keadaan ingat dan terjaga? Sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri mengatakan:”Barangsiapa meninggalkan satu kali shalat-dengan sengaja-maka dia telah berlepas diri dari jaminan Allah dan Rasul-Nya”. Atau seperti sabda lainnya.
Disamping itu, mereka juga berhujjah dengan qadha shalat yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para sahabatnya pada perang Khandaq, walaupun mereka sendiri mengetahui bahwa kejadian itu telah dimansukh dengan adanya shalat khauf. Dan, mereka tidak dapat menjadikan peristiwa itu sebagai hujjah. Telah kami jelaskan permasalahan-permasalahan ini dengan penjelasan yang menyeluruh dalam tulisan kami yang bertajuk Nushususy Syari’ah ats-Tsabitah fi Hukmi Qadhais-Shalawatil-Faaitah ‘ Teks Syari’ah yang Formal Ihwal Hukum Mengqadha Shalat, dan telah diterbitkan. Dan sesungguhnya, orang-orang yang memfatwakan  tentang kebolehan mengqadha shalat yang terlewat dari waktunya, telah membuka walaupun dengan tidak maksud dari mereka, satu pintu, bahkan beberapa pintu untuk meninggalkan shalat secara keseluruhan.
Mengingat orang yang meyakini bahwa dia masih mendapatkan kemungkinan untuk mengqadha shalat, maka pertama-tama mungkin dia hanya meninggalkan satu waktu saja. Kemudian berlanjut menjadi dua waktu, kemudian satu hari, dua hari, satu minggu, dua minggu sampai pada akhirnya dia meninggalkan shalat secara total. Kita berlindung kepada Allah dari hal demikian. Lain hal nya bila dia mengetahui bahwa bila dia meninggalkan satu shalat saja maka dia tidak mungkin lagi untuk mengqadhanya, walaupun dengan shalat satu abad, maka dia akan berusaha keras untuk tidak meninggalkan shalat walalupun satu kali.
Dari sinilah terlihat perbedaan yang terang mengenai akibat pandangan yang mengatakan kebolehan mengqadha shalat dan tidaknya. Allah lebih tahu. Allah Yang akan menunjukkan jalan kebenaran. (Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i)
Pekanbaru, Maret 2014
                                        

Tidak ada komentar: