Seseorang tidak boleh berangan-angan,
misalnya dia mengatakan, andaikan aku memiliki harta dan keluarga seperti si
Fulan.” Allah melarang berandai-andai seperti itu, namun mintalah kepada Allah
sebagian dari karunia-Nya. Demikian dijelaskan dalam Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir. Selengkapnya penjelasan tersebut adalah:
Dan janganlah kamu menginginkan apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebagian kamu yang tidak diberikan kepada sebagian yang lain. Bagi kaum
laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan; bagi kaum wanita ada bagian
dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu.
(QS. An-Nisa’ 4: 32)
Imam Ahmad meriwayatkan dari Mujahit,
dia berkata bahwa Ummu Salamah berkata, “Ya Rasulullah, kaum laki-laki dapat
berperang sedangkan kami tidak, dan kami pun hanya mendapat setengah bagian
laki-laki dalam hal pusaka. Maka Allah menurunkan ayat,” Dan janganlah kamu
menginginkan apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu yang tidak
diberikan kepada sebagian yang lain”. Hadits senada diriwayatkan pula oleh
Tirmidzi dan yang lainnya. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir,
Ibnu Mardawih dan al-Hakim dalam mustadrak
nya dari Mujahid, dia berkata bahwa Ummu
Salamah berkata,” Ya Rasulullah, kami tidak dapat berperang sehingga kami pun
tidak dapat mati sahid dan menghabiskan (‘ashabah) harta pusaka. Maka turunlah
ayat tersebut. Kemudian Allah menurunkan ayat,” Sesungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal seseorang diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan”.
Berkaitan dengan ayat tersebut, Ali
bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata,” Seseorang tidak
boleh berangan-angan, misalnya dia mengatakan, andaikan aku memiliki harta dan
keluarga seperti si Fulan.” Allah melarang berandai-andai seperti itu, namun
mintalah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Itulah penafsiran yang jelas
terlihat dari ayat ini. Penafsiran tersebut tidak dapat dibatalkan dengan
keterangan yang terdapat dalam sahih yang mengatakan,” Tiada kedengkian kecuali
dalam dua hal. Seseorang yang diberi harta kekayaan oleh Allah dan dia
menginfakkannya dengan benar hingga habis. Kemudian orang lain berkata,’
Andaikan aku memiliki apa yang dimiliki oleh si Fulan, niscaya akan ku lakukan
jejak yang sama dengan dia. Maka keduanya sama-sama memperoleh ganjaran.”
Angan-angan seperti ini merupakan suatu sikap yang tidak dilarang oleh ayat
ini. Karena hadits itu menganjurkan untuk menginginkan nikmat yang seperti
nikmat itu, sedang ayat tadi melarang seseorang mengangankan wujud nikmat itu
sendiri. Allah Ta’ala berfirman,” Dan janganlah kamu menginginkan apa yang
dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu yang tidak diberikan kepada sebagian
yang lain”, yakni dalam persoalan-persoalan dunia dan agama.
Kemudian Allah Ta’ala berfirman,”
Bagi kaum laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan; bagi kaum wanita
ada bagian dari apa yang mereka usahakan”. Maksudnya, setiap individu memiliki
balasan yang sesuai dengan amal yang dikerjakannya; jika amalnya itu baik, maka
dibalas dengan kebaikan; jika amalnya buruk, maka dibalas dengan keburukan.
Demikianlah menurut penafsiran Ibnu Jarir. Ada yang berpendapat bahwa tujuan ayat
itu berkenaan dengan harta pusaka, sehingga seperti maksud ayat; setiap orang
mendapat pusaka yang sesuai dengan bagiannya. Demikian menurut Ibnu Abbas.
Kemudian Allah menunjukkan manusia
kepada perkara yang bermaslahat bagi mereka. Dia berfirman,” Dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya” dan janganlah kamu mengangankan apa
yang dikaruniakan oleh Allah kepada sebagian kamu yang tidak diberikan kepada
sebagian yang lain. Angan-angan itu tidak berguna sama sekali. Namun,
memintalah kepada-Ku sebagian dari karunia-Ku, niscaya Aku akan memberimu sebab
sesungguhnhya Aku Maha Dermawan dan Maha Pemberi. Abu Nu’aim meriwayatkan dari
Ibnu Abbas, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersbada:
Mohonlah kepada Allah dari karunia-Nya, sesungguhnya Allah senang
diminta. Hamba Allah yang paling disukai Allah ialah yang suka mengatasi
kesulitan.
Kemudian Allah Ta’ala
berfirman,”Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu”.
Artinya, Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat dunia, maka Dia memberinya;
siapa yang berhak mendapat kemiskinan, maka Dia memiskinkannya; siapa yang
berhak mendapat akhirat, maka Dia mentakdirkannya untuk melakukan amal-amal
akhirat; dan siapa yang berhak mendapat ketelantaran, maka Dia menelantarkannya
dengan meninggalkan kebaikan dan segala sarananya. Oleh karena itu, Allah
berfirman,”Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu”.
(Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i)
Pekanbaru, Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar