Dalam menjalani kehidupan ini, kita sepatutnya memahami makna
dari qadar (ketetapan Allah ). Dengan memahami makna dari qadar tersebut secara
baik dan benar, peluang untuk ikhlas menerima kenyataan akan terbuka didalam
diri. Apapun kondisi yang kita alami, dapat disikapi dengan baik. Sehingga
kehidupan menjadi lebih bermakna.
Dari Abdullah bin Umar, katanya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:” Segala sesuatu itu telah ditetapkan dengan suatu
ketetapan (takdir), hingga suatu
kelemahan dan suatu kecakapan”. (HR. Muslim)
Mengenai hadits ini, Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy
dalam bukunya “99 Hadits Utama Bukhari, Muslim, Mutafaq ‘Alaih” menjelaskan,
bahwa hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini mengandung prinsip
besar dan rukun iman yang keenam, yakni kewajiban beriman dengan ketetapan
Allah (qadar) baik maupun buruknnya, manis maupun pahitnya, umum maupun
khususnya, yang terdahulu dan terkemudiannya, yaitu dengan pengakuan seorang hamba
bahwa ilmu Allah Azza wa Jalla itu menguasai segala sesuatu.
Bila demikian, maka Allah SWT itu mengetahui semua perbuatan
manusia yang baik dan buruk serta mengetahui semua perkara dan keadaannnya.
Semua perbuatan manusia itu ditulis-Nya di Lauh-Mahfuzh (lembaran yang
terpelihara). Sebagaimana firman-Nya:
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa saja yang ada dilangit dan dibumi, bahwasanya yang demikian itu
terdapat dalam sebuah kitab (lauh al-mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu
amat mudah bagi Allah. (QS. Al-Hajj 70)
Dijelaskan oleh Syekh Abdurrahman, sesungguhnya Allah SWT
melaksanakan ketentuan-ketentuan ini pada waktunya sesuai dengan kebijaksanaan
kehendak-Nya, keduanya ini meliputi segala sesuatu yang telah terjadi dan akan
terjadi, serta meliputi segenap makhluk dan perkaranya. Bersama dengan
penciptaan manusia, perbuatan dan sifat mereka, Allah SWT membekali mereka
kemampuan dan kehendak yang diletakkan pada perbuatan-perbuatan mereka sesuai
dengan upayanya dan tidak memaksakannya; Allah lah yang menciptakan kemampuan
dan kehendak mereka. Dia lah pencipta sebab yang sempurna dan akibatnya. Maka
perbuatan dan perkataan manusia itu terlaksana karena kemampuan dan kehendak
mereka yang diberikan Allah SWT kepadanya, sebagaimana Dia menciptakan
kekuatan-kekuatan lainnya lahir maupun batin. Akan tetapi Allah SWT memudahkan
apa yang telah ditentukan bagi makhluknya.
Siapa yang menghadapkan arah dan tujuannya kepada Tuhannya,
Allah SWT menjadikan iman sebagai kekasih yang di hiaskannya dihati orang
tersebut dan menjauhkan darinya kekafiran, kafasikan dan kemaksiatan, serta
menjadikannya termasuk orang yang mendapat petunjuk. Dengan demikian, maka
sempurnalah baginya nikmat Allah dari segala segi. Sedangkan orang yang menghadapkan
arah dan tujuannya kepada selain Allah SWT , bahkan menjadikan setan (musuhnya)
sebagai walinya, maka Allah SWT tidak akan memudahkan perkara ini, bahkan Dia
membelakanginya, membiarkan dan tidak menolongnya serta membebankannya pada
dirinya, sehingga dia sesat dan menyesatkan dan tidak memiliki hujjah dihadapan
Tuhannya, karena Allah SWT telah memberinya semua sebab yang dengannya mampu
memperoleh petunjuk, akan tetapi ia memilih kesesatan dari pada petunjuk itu.
Maka tidak ada yang menyesal melainkan dirinya sendiri. Allah SWT berfirman:
Sebagian diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti
kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan setan-setan sebagai
pelindung (mereka) selain Allah. (QS. Al-A’raf 30)
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang
mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengannya pula Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang
benderang dengan seizin-nya dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (QS.
Al-Maidah 16)
Ketetapan (qadar) ini
masuk pada setiap keadaan manusia, perbuatan dan sifat-sifatnya, sehingga pada
kelemahan dan kecakapannya. Keduanya merupakan dua sifat yang berlawanan,
dimana dari sifat pertama (kelemahan) dihasilkan kerugian dan kegagalan, sedangkan
dari sifat kedua (kecakapan) dihasilkan kesungguhan dalam mentaati Allah SWT.
Yang dimaksud dengan kelemahan disini adalah kelemahan yang dibenci manusia,
yaitu tidak mempunyai kehendak alias malas, bukan kelemahan yang berarti tidak
mampu. Dan inilah arti hadits lain yang berbunyi:
Berbuatlah, karena tiap-tiap orang itu dimudahkan pada apa
yang telah ditentukan baginya. (HR. Bukhari-Muslim)
Adapun pemilik kebahagiaan (orang-orang yang menaati Allah
SWT dan Rasul-Nya), maka mereka dimudahkan untuk berbuat hal-hal yang
menguntungkan bagi dirinya dan tidak merugikan orang lain. Hal demikian itu lantaran kecakapan dan keterampilan mereka serta kasih sayang
Allah SWT terhadap jiwa mereka. Orang yang dikasihi Allah SWT, ia telah menjadi
kekasih-Nya dan akan mendapatkan apa yang disukainya. Kecakapan dan kelemahan,
keduanya disebutkan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
berbunyi:
Seorang yang cakap (terampil) adalah
orang yang mengoreksi dirinya dan menyediakan amal kebaikan untuk bekalnya
setelah mati. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang selalu menurutkan
hawa nafsunya serta mengharapkan berbagai angan-angan kepada Allah. (HR. Tirmidzi)
Pekanbaru, Agustus 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar