Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Kamis, Agustus 14, 2014

Memahami Qadar (Ketetapan Allah )



Dalam menjalani kehidupan ini, kita sepatutnya memahami makna dari qadar (ketetapan Allah ). Dengan memahami makna dari qadar tersebut secara baik dan benar, peluang untuk ikhlas menerima kenyataan akan terbuka didalam diri. Apapun kondisi yang kita alami, dapat disikapi dengan baik. Sehingga kehidupan menjadi lebih bermakna.
Dari Abdullah bin Umar, katanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Segala sesuatu itu telah ditetapkan dengan suatu ketetapan  (takdir), hingga suatu kelemahan dan suatu kecakapan”. (HR. Muslim)

Mengenai hadits ini, Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy dalam bukunya “99 Hadits Utama Bukhari, Muslim, Mutafaq ‘Alaih” menjelaskan, bahwa hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini mengandung prinsip besar dan rukun iman yang keenam, yakni kewajiban beriman dengan ketetapan Allah (qadar) baik maupun buruknnya, manis maupun pahitnya, umum maupun khususnya, yang terdahulu dan terkemudiannya, yaitu dengan pengakuan seorang hamba bahwa ilmu Allah Azza wa Jalla itu menguasai segala sesuatu.
Bila demikian, maka Allah SWT itu mengetahui semua perbuatan manusia yang baik dan buruk serta mengetahui semua perkara dan keadaannnya. Semua perbuatan manusia itu ditulis-Nya di Lauh-Mahfuzh (lembaran yang terpelihara). Sebagaimana firman-Nya:
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada dilangit dan dibumi, bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (lauh al-mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah. (QS. Al-Hajj 70)
Dijelaskan oleh Syekh Abdurrahman, sesungguhnya Allah SWT melaksanakan ketentuan-ketentuan ini pada waktunya sesuai dengan kebijaksanaan kehendak-Nya, keduanya ini meliputi segala sesuatu yang telah terjadi dan akan terjadi, serta meliputi segenap makhluk dan perkaranya. Bersama dengan penciptaan manusia, perbuatan dan sifat mereka, Allah SWT membekali mereka kemampuan dan kehendak yang diletakkan pada perbuatan-perbuatan mereka sesuai dengan upayanya dan tidak memaksakannya; Allah lah yang menciptakan kemampuan dan kehendak mereka. Dia lah pencipta sebab yang sempurna dan akibatnya. Maka perbuatan dan perkataan manusia itu terlaksana karena kemampuan dan kehendak mereka yang diberikan Allah SWT kepadanya, sebagaimana Dia menciptakan kekuatan-kekuatan lainnya lahir maupun batin. Akan tetapi Allah SWT memudahkan apa yang telah ditentukan bagi makhluknya.
Siapa yang menghadapkan arah dan tujuannya kepada Tuhannya, Allah SWT menjadikan iman sebagai kekasih yang di hiaskannya dihati orang tersebut dan menjauhkan darinya kekafiran, kafasikan dan kemaksiatan, serta menjadikannya termasuk orang yang mendapat petunjuk. Dengan demikian, maka sempurnalah baginya nikmat Allah dari segala segi. Sedangkan orang yang menghadapkan arah dan tujuannya kepada selain Allah SWT , bahkan menjadikan setan (musuhnya) sebagai walinya, maka Allah SWT tidak akan memudahkan perkara ini, bahkan Dia membelakanginya, membiarkan dan tidak menolongnya serta membebankannya pada dirinya, sehingga dia sesat dan menyesatkan dan tidak memiliki hujjah dihadapan Tuhannya, karena Allah SWT telah memberinya semua sebab yang dengannya mampu memperoleh petunjuk, akan tetapi ia memilih kesesatan dari pada petunjuk itu. Maka tidak ada yang menyesal melainkan dirinya sendiri. Allah SWT berfirman:
Sebagian diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan setan-setan sebagai pelindung (mereka) selain Allah. (QS. Al-A’raf 30)
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengannya pula Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-nya dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus. (QS. Al-Maidah 16)
Ketetapan  (qadar) ini masuk pada setiap keadaan manusia, perbuatan dan sifat-sifatnya, sehingga pada kelemahan dan kecakapannya. Keduanya merupakan dua sifat yang berlawanan, dimana dari sifat pertama (kelemahan) dihasilkan kerugian dan kegagalan, sedangkan dari sifat kedua (kecakapan) dihasilkan kesungguhan dalam mentaati Allah SWT. Yang dimaksud dengan kelemahan disini adalah kelemahan yang dibenci manusia, yaitu tidak mempunyai kehendak alias malas, bukan kelemahan yang berarti tidak mampu. Dan inilah arti hadits lain yang berbunyi:
Berbuatlah, karena tiap-tiap orang itu dimudahkan pada apa yang telah ditentukan baginya. (HR. Bukhari-Muslim)
Adapun pemilik kebahagiaan (orang-orang yang menaati Allah SWT dan Rasul-Nya), maka mereka dimudahkan untuk berbuat hal-hal yang menguntungkan bagi dirinya dan tidak merugikan orang lain.  Hal demikian itu lantaran kecakapan  dan keterampilan mereka serta kasih sayang Allah SWT terhadap jiwa mereka. Orang yang dikasihi Allah SWT, ia telah menjadi kekasih-Nya dan akan mendapatkan apa yang disukainya. Kecakapan dan kelemahan, keduanya disebutkan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
Seorang yang cakap (terampil) adalah orang yang mengoreksi dirinya dan menyediakan amal kebaikan untuk bekalnya setelah mati. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang selalu menurutkan hawa nafsunya serta mengharapkan berbagai angan-angan kepada Allah. (HR. Tirmidzi)
Pekanbaru, Agustus 2014

Tidak ada komentar: