Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Kamis, September 25, 2014

Keutamaan Muazin



Alangkah beruntungnya orang-orang yang menyeru kepada Allah, termasuk para muazin.  Mereka akan mendapatkan ampunan dari Allah Ta’ala. Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan ampunan bagi para muazin. Penjelasan tentang hal ini dapat ditemukan di dalam “Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir” ketika menafsirkan Surah Fushshilat ayat 33.
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata:” Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS. Fushshilat: 33)

Allah berfirman: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah”. Yakni, yang mengajak hamba-hamba Allah kepada-Nya, mengerjakan amal yang saleh dan berkata:” Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” Maksudnya, dia sendiri berada dalam petunjuk ketika mengucapkan seruan itu. Maka petunjuk itu mendatangkan manfaat untuk dirinya dan untuk orang lain. Menetapkan untuk dirinya dan pihak lain. Dia bukanlah orang yang memerintahkan orang lain agar berbuat makruf akan tetapi dia sendiri tidak melakukannya. Melarang orang lain berbuat mungkar, tetapi dia sendiri melakukannya. Bahkan dia makmurkan dirinya dengan kebaikan dan meninggalkan kejelekan. Dan menyeru semua makhluk menuju Khaliknya.
Ketentuan ayat ini bersifat umum untuk semua orang yang menyeru kepada kebaikan, sedangkan dia sendiri berada didalam petunjuk. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang pertama yang mempunyai karakter seperti itu.
Diriwayatkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan para muazin yang saleh. Namun yang benar, bahwa ayat ini berlaku umum baik untuk para muazin maupun yang lainnya. Adapun mengenai ayat ini, ia diturunkan pada saat azan belum disyariatkan secara keseluruhan, karena ayat ini termasuk Makiyah, sedangkan azan itu disyariatkan setelah Hijrah, yaitu ketika Abdullah bin Abduribbih al-Anshari bermimpi dikala tidurnya, kemudian menceritakan mimpinya itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu Rasulullah memerintahkan kepadanya untuk mendiktekannya kepada Bilal r.a, karena suaranya lebih enak didengar, sebagaimana telah disepakati demikian. Bila demikian halnya, maka yang benar bahwa ayat ini berlaku umum. Bahwa para muazin itu mempunyai keutamaan dan pahala yang besar telah ditegaskan didalam shahih Muslim:
Para muazin itu adalah orang-orang yang paling panjang lehernya dihari kiamat nanti.
Dan didalam sunan dikemukakan secara marfu’:
Imam itu adalah penjamin dan muadzin adalah orang yang diberi amanat. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada para imam dan memberikan ampunan kepada para muadzin.
Hadits diatas diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash r.a berkata,” Menurut pandangan Allah, pada hari kiamat panah-panah muazin itu bagaikan panah-panah para pejuang dijalan Allah. Posisi muazin antara azan dan iqamat bagaikan pejuang yang berlumuran darah di jalan Allah”. Umar bin Khatthab r.a mengatakan:” Kalau aku ini seorang muazin, pasti sempurnalah urusanku. Dan aku tidak peduli jika aku tidak menegakkan shalat malam dan tidak brpuasa disiang hari. Karena aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ya Allah berikanlah ampunan kepada para muazin.” (tiga kali)
Kemudian aku bertanya:” Wahai Rasulullah, engkau biarkan kami saling mengacungkan pedang demi mendapatkan kesempatan untuk berazan.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:” Tidak wahai Umar, sesungguhnya akan datang kepada umat manusia suatu masa, dimana mereka menyerahkan azan kepada orang-orang lemah dikalangan mereka, padahal tubuh-tubuh yang telah diharamkan oleh Allah atas api neraka adalah tubuhnya para muazin”. (Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i)
(Pekanbaru, September 2014)

Tidak ada komentar: