Ketika ditimpa kesusahan, maka akan ada sebagian manusia
berkeluh kesah. Namun, ada juga manusia yang tidak berkeluh kesah. Ketika
mendapat kebaikan, ada manusia yang kikir. Ada juga yang tidak. Ternyata, berkeluh
kesah dan kikir itu merupakan tabiat manusia. Agar kita dapat terhindar dari
tabiat berkeluh kesah dan kikir tersebut, coba ikuti tuntunan Al-Qur’an.
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir memuat penjelasan tentang tabiat
manusia tersebut dan orang-orang yang dikecualikan. Mudah-mudahan kita termasuk
kedalam orang-orang yang dikecualikan dari tabiat keluh kesah dan kikir
sehingga hari-hari yang kita lalui lebih bermakna.
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat berkeluh kesah lagi
kikir. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah. Dan apabila dia
mendapatkan kebaikan dia amat kikir. Kecuali orang-orang yang mengerjakan
shalat. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. Dan orang-orang yang dalam
hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang yang meminta dan orang yang tidak
mempunyai apa-apa. Dan orang yang mempercayai hari pembalasan. Dan orang-orang
yang takut terhadap azab Tuhannya. Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak
dapat orang merasa aman. (QS. Al-Ma’aarij: 19-28)
Allah SWT mengabarkan manusia dan tabiat yang telah
ditetapkan kepadanya berupa akhlak yang rendah.” Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir”. Lalu, Allah menjelaskan firman-Nya ini
dengan ayat selanjutnya:”Apabila
dia ditimpa kesusahan, dia berkeluh kesah”. Hatinya runtuh saking takutnya atau putus asa dari kebaikan.”Dan apabila dia mendapat kebaikan dia amat
kikir”. Yaitu, bila dia kaya maka
dia kikir dan tidak mau mengeluarkan hak Allah untuk para hamba-Nya yang
membutuhkan. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah r.a bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Sesuatu yang buruk yang
terdapat pada seseorang adalah kikir yang membuatnya berkeluh kesah dan
pengecut yang membuatnya lemah. (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu Dawud)
Allah Ta’ala berfirman:” Kecuali
orang yang mengerjakan shalat. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.” Yaitu, orang yang selalu menjaga waktunya,
kewajiban-kewajibannya, tenang dan khusuk ketika melaksanakannya. Dikatakan
al-ma’ ad-da’im, artinya air yang diam dan tenang. Ayat ini menjadi dalil bagi
keharusan bersikap tumakninah dalam mengerjakan shalat. Maka orang yang tidak
tumakninah dalam ruku’ dan sujudnya, demikian pula i’tidal dan duduknya,
bukanlah orang yang da’im dalam shalatnya.
Firman Allah Ta’ala:” Dan orang-orang yang dalam hartanya
tersedia bagian tertentu. Bagi orang yang meminta dan orang yang tidak
mempunyai apa-apa.” Yaitu, pada harta-harta itu ada bagian yang ditetapkan
untuk diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.” Dan orang yang
mempercayai hari pembalasan.” Yaitu, yakin bahwa mereka akan dikembalikan,
dihisab dan diganjar, maka mereka beramal layaknya amal orang yang sangat
mengharapkan pahala dan takut siksa. Itulah sebabnya pada ayat selanjutnya
Allah Ta’ala berfirman:” Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.
Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman.”
Yaitu, tidak ada yang merasa aman dari siksa itu kecuali orang yang
melaksanakan perintah Allah. (Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Muhammad Nasib
Ar-Rifa’i)
Pekanbaru, September 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar