Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Rabu, Desember 17, 2014

Hukum Isti'adzah Sebelum Membaca Al-Qur'an



Ibadah yang paling utama sesudah iman kepada Allah SWT adalah shalat. Oleh sebab itu, tidaklah pantas kita meremehkannya. Sebaliknya, kita sepatutnya berusaha sungguh-sungguh mempelajari tatacaranya sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Salah satu bentuk keseriusan kita dalam melaksanakan ibadah shalat adalah dengan memahami bagaimana caranya membaca isti’adzah sebelum membaca Al-Qur’an. Bukankah ketika shalat ada ayat Al-Qur’an yang wajib dibaca. Hikmah disyari’atkannya  membaca ta’awwudz ketika akan membaca Al-Qur’an adalah : Sesungguhnya membaca  Al-Qur’anul Karim adalah ibadah yang agung dan qurbah (sarana mendekatkan diri kepada Allah) yang besar. Didalam buku “Shalat Penuh Makna, Abdul Karim Muhammad Nashr” dijelaskan tentang hal ini :
Allah SWT memerintahkan kita agar membaca isti’adzah ketika mulai membaca Al-Qur’an. Allah berfirman:
Apabila kamu hendak membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terajam. (QS. An-Nahl: 98)

Menurut jumhur ulama, perintah ini hukumnya sunnah sebelum membaca Al-Qur’an; baik didalam maupun diluar shalat. Hanya saja, menurut para ulama madzhab Hanafi, ta’awwudz dibaca hanya pada rekaat pertama. Sedangkan menurut para ulama madzhab Syafi’i, ada dua riwayat. Satu riwayat menyebut cukupnya bacaan ta’awwudz pada rekaat pertama; dan satu riwayat lagi menyebut ta’awwudz sunnah dibaca pada setiap rekaat shalat . Menurut Imam Malik, ta’awwudz tidak dibaca dalam shalat fardhu. Ta’awwudz dibaca dalam Qiyam Ramadhan (shalat tarawih).
Ibnu Sirin, Ibrahim An-Nakha’i, dan beberapa ulama lain biasa membaca ta’awudz dalam shalat pada setiap rekaat. Ada juga ulama- salah satunya Atha’- yang berpendapat ta’awwudz wajib dibaca; baik ketika membaca Al-Qur’an didalam shalat maupun diluar shalat. Landasannya adalah makna tekstual (zhahir) dari firman Allah:”Hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah”.
Menurut jumhur ulama, tidak selalunya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca isti’adzah mengubah statusnya dari wajib menjadi tidak sampai  wajib. Seperti ketika beliau mengajarkan tatacara shalat kepada orang-orang Badui, beliau tidak menyertakan isti’adzah. Ulama yang mewajibkan isti’adzah berdalih bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkannya dalam hati. Wallahu a’lam.
Hikmah disyari’atkannya  membaca ta’awwudz ketika akan membaca Al-Qur’an adalah : Sesungguhnya membaca  Al-Qur’anul Karim adalah ibadah yang agung dan qurbah (sarana mendekatkan diri kepada Allah) yang besar. Dalil bahwa ia adalah ibadah yaitu sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam:
Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka dia mendapatkan satu kebaikan karenanya. Satu kebaikan dapat dilipatgandakan sepuluh kali. Aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf”. (HR. Tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud r.a. Tirmidzi berkata, hadits hasan shahih gharib)
Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka dia akan mendapatkan satu kebaikan, meskipun tanpa pemahaman dan kehadiran hati. Satu kebaikan dapat dilipatgandakan sepuluh kali. Jika bacaannya diikuti dengan pemahaman dan kehadiran hati, maka kebaikannya bisa berlipat ganda menjadi tujuh puluh sampai tujuh ratus dan seterusnya.
Mengenai bacaan Al-Qur’an yang merupakan qurbah kepada Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Sesungguhnya kalian tidak kembali kepada Allah dengan sesuatu yang lebih baik daripada yang datang dari-Nya. (HR. Hakim)
Lantaran membaca Al-Qur’anul Karim adalah ibadah dan qurbah kepada Allah SWT, maka ia membutuhkan keikhlasan karena Allah didalamnya serta kehadiran hati demi besarnya pahala. Sudah menjadi tabiat setan untuk mengganggu dan menguasai manusia saat dia mengerjakan suatu ibadah. Setan mengganggunya dan menyibukkan hatinya sehingga tidak bisa hadir. Setan mengacaukannya dalam berbagai amalan, khususnya shalat.
Imam Muslim meriwayatkan dari Utsman bin Abul Ash Ats-Tsaqafi bahwa dia menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengadu:” Wahai Rasulullah, sesungguhnya setan menghalangiku dari shalatku dan bacaanku. Dia mengacaukanku dari keduanya”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:” Itulah setan yang bernama Khanzab. Jika kamu merasakannya, mintalah perlindungan kepada Allah darinya (bacalah ta’awwudz) dan meludahlah kesisi kirimu tiga kali”. Abu Utsman berkata:” Aku mempraktikkannya sehingga Allah mengusirnya dariku”. (Shalat Penuh Makna, Abdul Karim Muhammad Nashr)
Pekanbaru, Nopember 2014

Tidak ada komentar: