Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Kamis, Desember 04, 2014

Tanda Orang-Orang Yang Memperoleh Petunjuk Allah Dan Yang Disesatkan-Nya



Dalam mengarungi kehidupan di dunia ini, kita sangat-sangat membutuhkan petunjuk Allah Ta’ala. Petunjuk Allah itulah yang akan menyelamatkan kita di dunia dan akhirat nanti. Sebuah kecerdasan ketika kita senantiasa bertanya-tanya dan berfikir, apakah termasuk kedalam golongan orang-orang yang diberi petunjuk atau tidak?. Cerdas, karena berfikir untuk sebuah kehidupan lebih panjang diakhirat disamping kehidupan singkat di dunia.
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir memberikan penjelasan tentang tanda orang-orang yang memperoleh petunjuk dan orang-orang yang dikehendaki Allah disesatkan.
Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk ditunjukkan, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk menerima Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk disesatkan, maka Dia akan menjadikan hatinya itu sesak dan sempit seolah-olah dia sedang mendaki ke langit. Demikianlah, Allah menimpakan keburukan kepada orang-orang yang tidak beriman. (QS. Al-An’aam: 125)

Allah Ta’ala berfirman,” Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk ditunjukkan, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk menerima Islam,” Allah memudahkan, menggiatkan dan mengentengkan Islam untuknya. Jadi, yang demikian itu merupakan tanda kebaikan, seperti firman Allah Ta’ala,” Barangsiapa yang hatinya dilapangkan oleh Allah untuk menerima Islam, maka dia berada dalam cahaya dari Tuhannya.” Dan seperti firman Allah Ta’ala,” Namun, Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.”(al-Hujurat: 7)
Ibnu Abbas menafsirkan ayat “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk ditunjukkan, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk menerima Islam”, dengan; malapangkan hatinya untuk mengesakan dan mengimani Allah. Demikian pula menurut penafsiran Abu Malik dan ulama lainnya. Penafsiran ini jelas. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk diberinya petunjuk, maka Dia akan melapangkan dadanya untuk menerima Islam. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah melapangkan dadanya? Beliau bersabda:” Cahaya masuk kedalam hatinya sehingga dia merasa lapang”. Sahabat bertanya:” Apakah hal itu ada tandanya? Beliau bersabda:” Tandanya ialah menghindari negeri tipuan (dunia), kembali ke negeri keabadian (akhirat) dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian sebelum kematian itu tiba”.
Hadits ini memiliki beberapa jalan yang berangkai dan bersambung serta satu sama lain saling menguatkan. Wallahu a’lam.
Hal ini tidak boleh dipahami bahwa iradat itu memaksa seseorang untuk melakukan kebaikan atau keburukan. Artinya, seorang hamba tidak memiliki iradat apapun. Jika dia melakukan kebaikan, maka hal itu karena dia dipaksa, dan bila dia melakukan keburukan, maka hal itu karena dipaksa pula. Bukan, bukan karena itu. Karena iradat Allah berbeda dengan perintah-Nya; Allah berkehendak, namun tidak menyuruh. Dia berkehendak karena tidak mungkin terjadi sesuatu, kecuali menurut kehendak-Nya. Dia tidak menyuruh karena Dia tidak menyuruh kepada keburukan dan tidak meridai hamba-hamba-Nya berbuat kekafiran. Tatkala Allah memerintahkah beberapa perintah dan melarang beberapa larangan supaya Dia ditaati, maka bagi orang yang taat surga dan bagi yang maksiat neraka. Allah memberi akal kepada setiap orang mukalaf untuk membedakan baik dan buruk. Jika dia melakukan kebaikan, maka karena dia memilih itu. Kalaulah dia tidak memilih yang itu, niscaya dia tidak berhak mendapat surga. Dan jika dia melakukan keburukan, maka karena dia memilihnya pula. Kalaulah dia tidak memilihnya, niscaya dia tidak berhak masuk neraka. Jika dia dipaksa atas perbuatannya, niscaya dia tidak berhak mendapat surga dan neraka.
Supaya orang mukalaf mendapat balasan amalnya, maka Allah memberinya pilihan yang terkandung dalam perkara yang dibebankan kepadanya. Dan setiap pekerjaan yang dilakukannya, apakah itu berupa kebaikan maupun keburukan, adalah menurut kehendak Allah Ta’ala karena Dia menetapkan untuk melarang hamba-Nya melakukan kejelekan sebagaimana Dia menetapkan untuk melarang hamba-Nya melakukan kebaikan. Namun, tatkala surga telah dijanjikan bagi pelaku kebaikan dan neraka diancamkan kepada pelaku keburukan, maka diantara hikmah Allah Ta’ala menetapkan untuk memberikan pilihan dan bukan paksaan kepada hamba-Nya. Karena apabila dia diberi pilihan, lalu dia melakukan kebaikan, maka dia berhak mendapat surga melalui amal, perbuatan dan pilihannya itu. Jika dia melakukan keburukan, maka dia berhak mendapat neraka melalui perbuatan dan pilihannya itu. Jika dia dipaksa untuk melakukan hal itu, maka nikmat atau azab manakah yang berhak diterimanya? Agar manusia tidak memiliki alasan untuk mendebat Allah, maka Dia memberi mereka pilihan dalam amal baik dan buruk. Pilihan ini masuk kedalam wilayah taklif yang dapat dicapai dengan adanya akal dan kemampuan membedakan karena taklif itu berporos diatas akal. Adapun persoalan-persoalan yang tidak dapat diatasi oleh akal dan persoalan itu berada diluar kerangka taklif, maka makhluk dipaksa untuk menerima perkara yang rumit ini.. Kepada Allah-lah saya memohon taufik.
Allah Ta’ala berfirman:” Dan barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk disesatkan, maka Dia akan menjadikan hatinya itu sesak dan sempit”. As-Sadi berkata,” Yaitu hati yang tidak memadai untuk menyimpan hidayah sedikitpun dan tidak ada sedikitpun keimanan yang bermanfaat yang menembus dan masuk kedalamnya.” Firman Allah Ta’ala,” Seolah-olah dia sedang mendaki kelangit.” Disana, dia tidak menemukan jalan, kecuali tanjakan. Hal itu karena dadanya demikian sempit.
Firman Allah Ta’ala,”Demikianlah, Allah menimpakan keburukan kepada orang-orang yang tidak beriman”. Sebagaimana Allah menjadikan hati orang yang hendak disesatkan oleh-Nya itu sesak dan sempit, demikian pula Allah mengirimkan setan kepada orang yang menolak untuk beriman kepada Allah dan rasul-Nya.Kemudian setan itu menyesatkannya dan menghalang-halanginya dari jalan Allah. (Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i)
Pekanbaru, Nopember 2014.

Tidak ada komentar: