Sebagai seorang Mukmin, kita sepatutnya terus berusaha untuk
mencapai kesempurnaan peribadahan. Oleh sebab itu, kita perlu memahami
bagaimana sesungguhnya kesempurnaan
peribadahan itu.
Dr. Majdi Al-Hilali dalam sebuah buku “Mencintai &
Dicintai Allah, Bagaimana Mewujudkannya? Memberikan penjelasan tentang
kesempurnaan peribadahan. Dijelaskan, bahwa, peribadahan sejati kepada Allah
Subhanahu Wa ta’ala pada hakekatnya adalah mengarahkan sebagian besar perasaan
hamba hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sehingga hal itu akan membalikkan
mu‘amalahnya sesuai dengan keadaan dan peristiwa yang ia alami. Ini merupakan
bentuk realisasi dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam :
Sungguh menaksjubkan urusan seorang mukmin. Seluruh urusannya
adalah baik baginya. Dan, hal itu tidak terjadi kecuali pada diri seorang
mukmin. Jika ia ditimpa kelapangan ia bersyukur, maka syukur itu baik baginya.
Sedang jika ia ditimpa kesusahan ia bersabar, maka sabar itu juga baik baginya.
(HR. Muslim)
Inilah penghambaan sejati seorang mukmin kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala. Ia menyembah-Nya, mengarahkan seluruh perasaannya
kepada-Nya sesuai dengan kondisi yang ia alami. Sehingga akan kamu dapati
kondisinya berubah-ubah antara rasa takut, harapan, ridha, bahagia, trenyuh dan
sebagainya.
Adapun penghambaan yang kurang sempurna adalah memusatkan
diri pada bentuk ibadah yang dirasa cocok dan meninggalkan ibadah yang lain.
Ini sangat berbahaya dan bisa menggelincirkan.
Ibnu Rajab berkata:” Ketahuilah bahwa ibadah dibangun diatas
tiga pilar; takut, harap dan cinta; semuanya harus ada. Mengumpulkan ketiga hal
itu adalah suatu kewajiban. Oleh karena itu para salaf mencela orang yang
beribadah dengan salah satunya saja dan meremehkan yang lain.
Sesungguhnya kebid’ahan orang khawarij dan sejenisnya terjadi
karena berlebih-lebihan dalam masalah takut dan berpaling dari cinta dan
harapan.
Kebid’ahan orang Murji’ah berawal dari ketergantungan pada
harapan semata dan mengesampingkan rasa takut. Sedangkan kebid’ahan yang
dilakukan oleh orang-orang yang berpahaman wihdatul wujud terjadi karena
mengkultuskan rasa cinta dengan mengabaikan rasa takut dan harapan”.(Istinsyaqu
Nasimul Unsi, karya Ibnu Rajab (18-21) (Dr. Majdi Al-Hilali dalam sebuah buku
“Mencintai & Dicintai Allah, Bagaimana Mewujudkannya?
Pekanbaru, Februari 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar