Ada kelompok lain dari hamba Allah yang taat kepada Rabb
mereka. Allah ingin memberikan hadiah kepada mereka dengan cara menaikkan
derajatnya di surga. Namun amal yang mereka miliki tidak bisa menaikkan mereka
kepada derajat ini. Maka ujian merupakan sarana dari Allah agar hati mereka
bisa melakukan ibadahnya seperti merasa
hina dan hancur diharibaan Allah dan merasa membutuhkan terhadap Rabbnya.
Dimana perasaan-perasaan tersebut tidak akan muncul dari hati hamba-Nya kecuali
lewat ujian ini.
Tentang permasalahan ini, Al-Qadhi ‘Iyadh menegaskan dalam
kitabnya Asy-Syifa’ bi Ta’rifi Huquqil Musthafa. Ia berkata dalam buku
tersebut:” Jika ada yang bertanya: Lantas apa hikmah Allah menimpakan berbagai
macam penyakit yang parah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan
nabi-nabi lainnya? Apa hikmah Allah menimpakan ujian dan musibah kepada mereka
seperti ujian yang ditimpakan kepada Nabi Ayyub, Ya’kub, Daniel, Yahya,
Zakaria, Yahya, Ibrahim, Yusuf dan lainnya--semoga salawat dan salam
terlimpahkan kepada mereka semua--, padahal mereka adalah makhluk Allah yang
terpilih, yang paling dicintai dan paling suci?
Ketahuilah—semoga Allah memberikan taufiq-Nya kepada
kita—bahwa semua perbuatan Allah adalah adil. Semua kalimat-Nya adalah benar;
tidak ada yang bisa mengganti kalimat-kalimat-Nya. Allah menguji para hamba-Nya
sebagaimana firman Allah kepada mereka:”Supaya Kami memperhatikan bagaimana
kamu berbuat” (Yunus 10: 14). Ujian yang ditimpakan kepada mereka dengan berbagai
macam cobaan adalah untuk meningkatkan kedudukan mereka dan meninggikan
derajatnya. Dan merupakan sarana dari Allah untuk memunculkan sifat sabar,
ridha, syukur, taslim (menyerah), tawakal, pasrah, berdoa dan mendekatkan diri
pada-Nya. Juga menegaskan kepada mereka akan rahmat Allah Dzat yang memberikan
ujian; kasih sayang-Nya kepada orang-orang yang tertimpa musibah dan peringatan
serta nasehat bagi yang lainnya agar ketika suatu saat tertimpa musibah bisa
bersikap seperti mereka. Juga meneladani mereka dalam kesabaran. Ujian
merupakan sarana untuk menghapus dosa yang telah mereka kerjakan atau sebagai
peringatan terhadap kelalaian yang telah mereka lakukan. Dengan demikian,
mereka akan bertemu Allah dalam keadaan suci serta mendapatkan pahala sempurna
dan melimpah. (Sumber: Mencintai & Dicintai Allah, Dr. Majdi Al-Hilali)
Pekanbaru, Maret 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar