Ketika seorang hamba mengenal
bukti-bukti kecintaan Allah kepadanya dan pengenalan tersebut telah munguasai
perasaannya, maka tumbuhlah hubungannya dengan Allah ; bertambahlah
kecintaannya dan kerinduannya kepada-Nya.
Demikian dikemukakan oleh Dr. Majdi
Al-Hilali dalam bukunya “Mencintai Dan Dicintai Allah ( judul aslinya “Kaifa
Nuhibulloh wa Nasytaqu ilaihi”).
Selanjutnya dijelaskan, ketika cinta
tersebut memenuhi hatinya, maka tidak diragukan lagi akan muncullah buahnya
yang besar, sehingga bisa dilihat dalam tingkah laku dan perbuatan seorang
hamba. Buah ini sulit untuk didapatkan dari pohon lain selain pohon cinta.
Sebab, cinta keluar dari hati tersebut sebagai makna ibadah, yang tidak keluar
dari selainnya.
Ibnu Taimiyah berkata:” Barangsiapa
yang tidak mencintai sesuatu tidak mungkin ia mau mendekat kepadanya. Karena
pendekatan diri kepadanya adalah sebuah sarana. Sedang mencintai sarana itu tergantung
pada kecintaan terhadap tujuan”.
Karena cinta merupakan pangkal dari
semua amalan agama (ibadah), maka khauf dan raja’ serta yang lainnya memerlukan
cinta dan bermuara padanya. Karena orang yang sangat besar harapannya akan mengharapkan
apa yang dicintainya bukan yang ia benci. Sedangkan orang yang takut, ia akan lari dari apa yang
yang dia takuti untuk mendapatkan kecintaan. Allah berfirman:
Orang-orang
yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa diantara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan
mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya…(Al-Isra’ {17}: 57)
Oleh karena itulah dua umat sebelum
kita telah sepakat bahwa yang terbaik dari peninggalan dan hukum Nabi Musa dan Isa yang ada pada
mereka adalah wasiat tentang :”Hendaklah
kamu mencintai Allah dengan hati, akal dan tujuanmu”. Inilah hakikat kelurusan
agama Ibrahim yang merupakan inti dari ajaran Taurat, Injil dan Al-Qur’an.
Karenanya aku (Dr. Majdi Al-Hilali)
mengajak diri sendiri dan saudara pembaca
untuk memperhatikan penanaman benih-benih cinta kepada Allah dalam hati.
Menjaganya dengan amal shalih hingga Allah menjadi satu-satunya yang kita
cintai daripada segala sesuatu.
“…adapun
orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah…”.(Al-Baqarah {2}:
165)
Ketika itulah kita akan mendapatkan buah
yang manis dihadapan kita tanpa harus bersusah payah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar