Al-Qur'an

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Israa' 36)

Kamis, November 05, 2015

Kisah Ibnu Mubarak Batal Pergi Haji Dan Menolong Nenek Renta



Merasa berbahagia dapat berbuat untuk orang lain, sepertinya merupakan pemikian yang tak biasa ditengah-tengah kehidupan. Berbagai fasilitas untuk kehidupan sehari-hari sangat banyak tersedia. Semuanya itu menuntut kerja keras untuk memperolehnya. Setelah bersusah payah mengumpulkan berbagai fasilitas (uang, barang berharga dll) tersebut, tiba-tiba harus diberikan kepada orang lain yang mengalami kesusahan dan sangat membutuhkan pertolongan, memang bukan keputusan mudah.
Ketika membolak balik halaman Suara Hidayatullah Edisi Desember 2011, saya tertarik dengan sebuah kisah. Kisah itu merupakan bagian dari tulisan berjudul “ Resah Bila Orang Lain Susah”. Sebuah kisah tentang sikap mulia seseorang yang mengutamakan berbagi kepada orang lain daripada memenuhi keinginan diri sendiri. Kisah itu adalah : 

Suatu ketika Ibnu Mubarak hendak menjalankan ibadah haji. Semua perbekalan telah lama ia kumpulkan sampai benar-benar siap berangkat. Belum lama beranjak  dari kampungnya, ia menyaksikan sesuatu yang menarik perhatian. Seorang wanita renta sedang mengais-ngais ditempat sampah, mengambil sesuatu, lalu memasaknya. Ketika ditanya apa yang ia masak, wanita tersebut menjawab:” Ini haram bagimu tapi halal bagiku”. Setelah diselidiki, makanan tersebut ternyata bangkai seekor ayam. Ia terpaksa memasaknya karena keadaan darurat. Ia sudah tiga hari tidak makan.
Melihat keadaan tersebut, Ibnu Mubarak langsung menggagalkan niat berangkat ke Makkah. Ia serahkan seluruh perbekalannya kepada sang nenek. Beberapa waktu setelah kejadian itu, suatu malam, Ibnu Mubarak dikejutkan oleh datangnya mimpi, seseorang datang dan berkata:” Hajjan mabruran, wa sa’yan masykuran, wa dzanban maghfuran (hajimu mabrur, sa’i mu diterima dan dosamu diampuni”)... (Suara Hidayatullah Edisi Desember 2011)
Bagi kita, bukan keputusan mudah untuk membatalkan kesempatan berhaji ataupun kesempatan-kesempatan lainnya hanya untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Apalagi orang lain itu tidak ada hubungan keluarga, hubungan pekerjaan ataupun hubungan lainnya. Hanya orang-orang berhati mulia sanggup berbuat demikian. Boleh jadi, setiap kali kesempatan datang sesuai dengan keinginan, didalam hati kita ada bisikan, kesempatan baik tidak mungkin datang dua kali. Inilah kesempatan untuk meraih kebahagiaan sebanyak-banyaknya. Untuk orang lain, nanti saja.
Kebahagiaan adalah rasa. Terkadang tidak sejalan dengan nalar.  Tidak identik dengan banyaknya fasilitas. Melihat orang lain terbebas dari kesulitan setelah kita dengan tulus mengulurkan tangan memberikan bantuan, hanya bisa dirasakan. Jika ingin selalu merasakan kebahagiaan sesungguhnya, selalulah berbagi dengan tulus.



Tidak ada komentar: